Suara hening pagi hari

Kanda,
telah beratus ratus potongan kulipat malam di almari kaca,
bukan karena melankolik,cuma
agar tiap ujung pagi aku senantiasa bisa menghitung jumlahnya, menikmati tiap detail pergantian wajahnya.
Seperti juga halnya malam tadi,
langit temaram yang luasnya minta ampun membuatku menengadah tak henti , ingin segera menyedotnya lewat tubuh rentanku yang mulai sepi.

Sabar , bisikmu manja dari kejauhan.
Tak menghiraukan kekuatan berlawanan dari laju gravitasi
yang selama ini menjadi garis putus putus,
jembatan absurd antara titik kecil putih putih tempat dimana petaku petamu berdiri dengan angkuh.

Iya,anggukku seolah ingin membuktikan bahwa kemustahilan tak pernah berwujud ada.
Tanganku masih sibuk merentang malam di tali jemuran : kali ini ia setengah basah.
Maka mesti ku keringkan dulu sebelum ku jejer rapi di almari.

Jika ini persyaratan ,
maka kini akulah Roro Mendut yang akan membangun sembilan ratus sembilan puluh sembilan arca bagi Tumenggung Wiraguna.

Jadi jangan rusak proyek emansipasi ini dengan kokok ayam, bunyi lesung dan ani ani.

Jika ini takdirku,
maka aku mengutuk diriku sendiri ,
menjadi cendawan yang menantikan kecup seorang pangeran yang kelak akan mengubah wujudku semanis puteri.

Cuma padamu.
Cuma cintamu yang mampu membuatku terlalu berlebih dalam jatuh hati.

Kanda,
pagi ini kurasa almari telah penuh terisi lipatan malam.

Haruskah gaung suaramu melerai tangisku agar bersabar lagi ? ?


-menuju kota senja, 090709-

Tidak ada komentar: