DASI-DASI DI KOTA KAMI

DASI-DASI DI KOTA KAMI

tiap hari tuan kami temui di atap ini
tuan yang selalu memegang hati kami
dengan janji kebersihan lingkungan
tuan yang mudah dibelah oleh iman
tuan yang pada akhirnya
membuat harapan kami lebih sampah
dan terbuang.

dengan dasi tuan mengukur tiap jalan
tuan yang mengulur-ulur pasal-pasal
kemudian menggantung leher kami
diantara bisingnya aturan
tuan yang bermulut sepanjang selokan
mampat di kepala kampung kami
yang makin tak muat menampung gang

maka siapa tuan yang berani menjanjikan
kami perihal banjir,
yang dari telinga tuan telah lama ber mata air
bukankah itu semua yang membuat
tuan tak mampu menyaksikan bagaimana
kapal-kapal kertas yang tuan kirim,
karam di sepanjang kaki kami yang terkilir?

terpujilah dasi-dasi yang telah mengikat dan
menarik diskotik, ruko-ruko, perumahan,
serta plaza ke periuk lambung kami.
yang akan tabah kami tanak
sebab disana mereka berbaur menjelma mentah kota
dengan jutaan lampu yang berkelap-kelip
mengirup sesak udara di pedih mata
yang tiap detik kami saksikan tertutup kemudian terbuka
dan seterusnya... dan seterusnya...

AF Kurniawan, Semarang 21 April 2011

* puisi ini saya bacakan mewakili komunitas LACIKATA dalam rangka memperingati HARI BUMI yang di adakan di bukit Stonen-semarang.

klik disini untuk melihat liputan acaranya:

http://www.cybernews.tv/view/video/29939/aksi-teatrikal-untuk-bumi-tercinta



KEPADAMU, KALIMAT-KALIMAT INI LUPUT KULIPAT KE DALAM SURAT

KEPADAMU, KALIMAT-KALIMAT INI LUPUT KULIPAT
KE DALAM SURAT

- hatiku tak mampu lagi kemana-kemana
itu sebabnya aku dan hatiku
ingin selalu ada di kakimu
yang gemar bertamasya
yang berkehendak kemana-kemana
yang leluasa menemui siapapun
yang ingin engkau temui meski
kelak , di persimpangan
kau akan merasa mesra berbincang-bincang
dengan seorang lain yang bukan diriku, sayang !

- suatu ketika aku membayangkan
membuat puisi tentang sebuah
foto di masa lalumu
di sana ada sepiring kecil pisang bakar cokelat,
dua gelas bandrek, gantungan kunci
serta putih kuku-kuku kakimu yang tak berpacar
tahukah kau, setiap memandang semua itu,
lengan masa depan si pengambil gambar
tak juga mau berhenti bergetar

- kau kasta bagi hujan detak yang hidup
menghadap jantungku yang kiblat
tak mudah dijangkau,
meski telah berpayah aku meninggikan
seluruh yang tangga dari jurang kepalaku
demi menggalah buah-buah yang memilih
hijrah di sepanjang pantai telapak kakimu yang
mentah dan basah


-katamu cinta adalah ibu jari yang tegas
mencurahkan tanda tangan tiap kali datang
padanya perjanjian -perjanjian

mestinya kau yakin, mataku jauh lebih burung dara
untuk menerbangkan seluruh janji hari sabtu
agar sampai ke gemetar bibirmu
sebab dalam hujan, aku leluasa menjadi petir
yang engkau tunggu kilatnya dengan seluruh
degup khawatir

- dari semua benda-benda yang selama
ini tertarik untuk terus menerus jatuh
dan menujah ke bumi,
cuma aku yang ingin menerjunkan diriku
ke dalam gravitasi matamu,
sebagai selipat malam minggu yang berdoa
agar terus menjelma insomnia di sana

- ah, engkau tahu bahwasanya penyair,
selalu mahir memperumit perihal-perihal
yang sebenarnya sungguh banal
dan semata belaka!

itu sebabnya sebelum pergi
kau berulangkali menyarankanku
agar menjadi penyiar radio saja !

AF Kurniawan-LACIKATA
Semarang 30 April 2011


* sajak ini salah satu sajak yang saya bacakan pada Launching Komunitas LACIKATA di jalan stonen 29