Mencoba, mencoba memahami

" bahwa memiliki juga kehilangan mestinya tetap dalam satu makna : keikhlasan "


saya yakin tiap orang juga mengerti bahwa mengatakan lebih mudah daripada menjalankan.
Tapi saya berusaha terus agar dua duanya menjadi porsi yang mendekati seimbang.
Mengungkap sekaligus menjalani.Bukan menghakimi.Menghakimi semakin mempersempit ruang pemahaman saya sebagai manusia.Mahkluk yang diciptakan sepenuh daya namun dibatasi garis garis abstrak yang tak mungkin di lewati dengan kehendak sendiri.Tololnya,selama ini saya merasa angkuh.Selalu beranggapan bahwa kemauan saya adalah kemauan Tuhan juga.Padahal seringkali kemauan kami bertabrakan,lantas kemauan Tuhanlah yang menang.Ya,Tuhan maha menang dengan segala firman dan janjinya...
Yang qun fayakun itu.

Saya seperti diingatkan flashback masa kecil ,yang menjadi cuilan mozaik tentang kehilangan kehilangan kecil yang tidak bisa saya terima dengan mudah.
Entah itu sekedar hilangnya mainan gundu saya, entah kehilangan biji biji kancing baju yang sebenarnya sengaja saya tarik tarik lalu mencelat ke kolong ranjang,atau kehilangan botol bekas minyak kayu putih .
Saya pasti menolak kehilangan itu, menolak dengan cara menangis sejadi jadinya dan meronta, mengadu pada ibu tersayang.

Kenapa bisa hilang ?

Selalu saja , selalu kenapa dijawab dengan karena.
Karena memiliki pastinya.

Lantas saya tumbuh menjadi lebih besar, tumbuh lebih tinggi , tumbuh mengikuti pematangan usia.
Dan anehnya , kehilangan yang mungkin sudah singgung diatas pun mengikuti tumbuhkembang saya, ia juga ikut matur, matang dan membesar kadarnya.Sekarang tidak lagi kehilangan gundu,kehilangan kancing ,atau kehilangan botol bekas minyak kayuputih.Mulai muncul kehilangan baru yang sifatnya absurd.
Mulai dari kehilangan arah, kehilangan empati ,kehilangan jati diri.Kehilangan rasa !

Kok bisa ya, kok begitu ya, segala kok berkecamuk menjadi benang benang kusut menjejal di pikiran saya.
Dan lengkaplah semua , disaat saya mengalami titik siklus trans itu , saya langsung menjadi buntu : karena tempat dulu mengadu dan meronta juga secara bersamaan 'di hilangkan' dari kehidupan saya.Ibunda saya meninggalkan dunia.
Lantas kepada siapa mesti bertanya lagi tentang kehilangan kehilangan saya saat ini.Demikian keluh saya.
Saya benar benar dihadapkan pada bharatayuda ,pertarungan kolosal hidup mati antara lambang supremasi kebaikan yaitu pandawa dan ketidakbaikan milik korawa.
Alhasil,saya merasa setengah hidup setengahnya mati ,karena kedua belah pihak itu sama sama saya seri-kan.Berimbang.Saya adilkan kedudukanya dalam tubuh dan pikiran saya.Chaos yang benar benar menguras banyak energi saya.
Hasilnya ?
Produk setengah jadi !
Ya seperti ini.

Menjadi produk Tuhan yang sering gamang,sering berperilaku kadang patuh kadang menentang.

Ah,tapi sudahlah, saya manusia , saya bukan malaikat dengan sayap berkelip dan berumbai rumbai. Manusia diciptakan Tuhan sempurna, termasuk berhak bertanya dan menjalani proses pencarian diri.
Sementara malaikat diciptakan dari pendar cahaya yang senantiasa takluk,tunduk tanpa boleh mendongak.Mereka ruh yang tak pernah disematkan kata tanya dalam tubuhnya.
Dan itulah mengapa malaikat beda dengan saya.

Mereka tak pernah merasa bagaimana indahnya rasa memiliki.

Tidak ada komentar: