STRAWBERRY FRIED NOODLE

MIE GORENG STROBERI
(untuk 2 porsi)

Bahan:

150     gram mie basah/ kering*
(kalo risih dengan ukuran gram, saya konversikan
150 gram kira-kira seukuran 2 bungkus mie instan)

2      (garlic) siung bawang putih
3    siung bawang merah (shalloot), cincang (chopping)
1    siung bawang Bombay (onion), iris memanjang.
#    kol (cabbage), iris setipis jari. atau kalau ada jai sim bisa juga dipakai
2    batang daun bawang (leek), iris bulat tipis.
#    lada putih halus (pepper)
#     cabai merah (jika tidak suka pedas bisa dihilangkan)
1     butir telur
3     buah stroberi segar, tiap buah iris jadi 6 bagian
#    daun parsley
#    kecap manis
#    kecap asin/kecap ikan (kalau cuma ada garam, gunakan saja)
    sedikit minyak untuk menumis.



Cara membuat

1. Tumis  dengan api kecil bawang putih, bawang merah, bawang bombai, biarkan sampai menguar aroma ranum mereka.

2. masukkan telur, tumis seperti membuat orak-arik namun usahakan tekstur serpihan telur tidak terlalu hancur. tambahakan lada putih bubuk dan cabai merah

3. masukkan kol, kemudian sroberi yang sudah diiris

4. tambahkan kecap asin, dan kecap manis sebagai pewarna cokelat dan sebagai penambah rasa manis.

5. masukkan mie, aduk dan bolak balik dengan penuh perasaan.

6. cicipi masakan mie sekali, jika ada yang masih kurang di lidah. kurang asin, atau kurang manis. andalah yang paling paham keinginan lidah. enak itu relatif.

7. hidangkan di piring, taburi dengan daun parsley, bisa ditambahkan 2 buah strawberi utuh sebagai garnish (penghias)

catatan: 
# : sesuaikan dengan selera.
 
* jika menggunakan mie kering, anda mesti memasaknya terlebih dahulu (boiling), masak mie dengan air mendidih, usahakan jangan terlalu lembek, kemudian tiriskan.


  Tips berhasil dalam memasak:

1. Selalu punya jargon, memasak itu mudah. hasilnya buruk atau baik itu belakangan.
2. Saya sarankan memasak dengan perasaan senang, jangan dengan perasaan dongkol, jengkel, dengki iri hati. bukan mitos, hasil masakan dipengaruhi juga bagaimana perasaan ketika mengolahnya.maka berbahagialah ketika memasak! berbahagialah!


* maaf. gambar hasil masakan belum bisa ditampilkan akibat kendala pengunggahan.

MIE GORENG STROBERI

awalnya iseng-iseng, liat stroberi yang begitu aja utuh satu pack nggak abis-abis, tau-tau muncul buat bikin sesuatu. di rumah cuma ada mie, ya udah, mau nyobain utak atik mie goreng pake stroberi tu gimana. Pertama aneh, ada asem-asemnya gimana gitu. eh tapi emang lantaran enak ato laper, sepiring jumbo mie goreng stroberi tandas. ntar deh nyusul aku tulis resepnya, tadi sempet aku jepret juga hasilnya tapi gagal mulu pas mau di unggah. beluuum rejekiiiii.....

MITOS DI DALAM SAJAK-SAJAK EKSPERIMEN A. GANJAR SUDIBYO

ditulis oleh Arif Fitra kurniawan*

1. Tentang sajak panjang dan eksperimen

Ada beberapa  hal yang mesti saya catat dari sajak-sajak A Ganjar Sudibyo (selanjutnya saya tulis Ganz), pada beberapa sajak Ganz, yang mesti saya catat pertama-tama adalah upaya-upaya ketekunan untuk terus “mencoba-coba” segala sesuatu untuk dikenakan kepada sajaknya . Yang kedua adalah upaya-upaya untuk menjaga energi yang mesti ia hembuskan  kepada sajak-sajaknya yang panjang, meski kadang saya benar-benar dibuat lelah ketika membaca sajak-sajak ganz yang kelewat panjang, dibutuhkan ketabahan mata menghadapi sajak macam itu. Sajak yang seandainya saya tidak terintervensi oleh pengakuan si penyair bahwa apa yang ia tulis adalah sajak, maka saya lebih suka menikmatinya sebagai sebuah cerpen. Bagaimana tidak, bahkan di sajak Eldorado--, unsur-unsur dari cerita rekaan itu nyaris dimasukkan semua. Tema, plot, setting, karakter tokoh, konflik, dialog, dan ending semua dijejalkan disana. Saya seperti dihadapkan simalakama—cuma untuk menyebut teks itu puisi yang prosais, atau prosa yang puitis. Ah, sutralah.

Saya menyebut si penyair sebagai seorang tukang eksperimen, dengan mengamati gerak-gerik sajaknya selama ini. Itu dapat dilihat  dari keseluruhan sajak Ganz yang dikirimnya ke saya sebanyak delapan judul. Penyair saya umpamakan burung pelikan yang terus melompat, sesekali terbang, dan tak pernah ingin (baca: belum) membuat sarang di suatu tempat. Atau lompatan kecil dan terbang dari satu dahan ke dahan itulah justru yang bisa kita sebut sarang (?).  Pada tiap sajaknya penyair seperti ingin memberi identitas diri antara satu sajak dengan sajaknya ang lain, upaya itu terlihat mencolok dengan mencermati bagaimana penyair melakukan semacam bereksperimen  dengan tipografi. Dari sajak awal Eternal; Origami; Lalu Engkau Duduk di Tepian Kolam itu; Puisi  Tentang Anak-anak Bulan; sampai pada sajak Di Eldorado : Episode Seorang Anak Yang Tak Yakin Mematahkan Hidungnya. Bagaimana penyair membentuk tipografi bait-bait yang centre text, mengawali bait dengan satu kata yang ditulis dengan huruf kapital, memberi angka dan penanda  huruf pada tiap baitnya sebagai pemilah enjambment, selalu ada upaya untuk terus “tidak ingin seperti yang pernah dibuat”. Ini tentu saja diniatkan oleh penyair. Saya sampai pada taraf membayangkan betapa tersiksanya penyair memikirkan terus menerus untuk menciptakan yang ia anggap “temuan baru” nantinya dalam bersemiotik. Kadang tanda-tanda dalam tipografi itu saya tangkap mempunyai fungsi yang menjelaskan apa yang ingin disampaikan sajak, tapi beberapa dari upaya itu semua sekedar menghadirkan identifikasi, saya ambil misal saja di sajak  ini dimana tipografi saya anggap berfungsi sebagai penjelas:

//pertanyaan-pertanyaan//
: 1.
“ke mana arah airmata-jalan pergi menuju tanah rantau?”

: 2.
“siapa yang melahirkan airmata ayah dan ibu-kandung kami?”

: 3.
“bagaimana kami dapat mengeringkan laut airmata kami yang keruh?”

//jawaban-jawaban//

: 1.
sejujurnya, kami masih saja lupa rute di peta
sebab peta telah luntur oleh warna tinta airmata kami
dan dengan segenap cara kami yang tak dapat dibahasakan
jarak mengajarkan kepada kami bahwa menyisakan mimpi

: 2.
hampir setiap malam hampir setiap anak mendengarkan
lelagu dari gendongan para ibu di desa kami. sedang para ayah
sering kali merapikan nafkah dekat perapian dengan asap kretek

: 3.
bisa saja berabad-abad lamanya airmata yang menimbun, jelma
menjadi lautan seperti di tanah gaza atau bencana. dan kami tak
pernah tahu kapan awan akan menampung jadi mendung, sebab
kami telah lama percaya bahwa segalanya mampu mengering
(sajak Empat Pertanyaan Dan Jawaban Mengenai Airmata Kami)

Tidakkah pemberian angka-angka di tiap bait itu memudahkan pembaca menyelami sajak yang dibuat penyair yang menyerupai soal sekolah dasar dahulu, disini tanda-tanda itu terasa hidup, betapa akan sukarnya  saya sebagai pembaca, seandainya  tak ada angka-angka itu. Angka-angka itu membuat saya jadi berpikir, bagaimana serunya jika di sajak itu bait-bait nya diacak, kemudian di akhir sajak, penyair memberikan sebuah perintah: cocokkan pertanyaan pertanyaan sajak dengan jawaban yang sesuai!


2.  Tentang  Kegelisahan dan kesedihan
Sajak-sajak Ganz tidak memaksakan diri untuk berdandan dengan rima ataupun tata bunyi akhiran, sajak-sajaknya lebih memilih untuk memperkuat diri mereka dengan membawa pesan yang mesti sampai ke pembaca. Tapi apakah pesan yang hendak disampaikan sajak itu akan diterima dengan mudah oleh pembaca, ada dua kriteria, mengulang apa yang telah ditulis oleh Horatius  dalam bukunya Ars Poetica, bahwa ada semacam tolok ukur ketika pembaca disodori sebuah karya sastra. Yang pertama adalah utile, yakni  bermanfaat. Yang kedua adalah dulce, yakni kenikmatan. Pertanyaannya adalah bagaimana pembaca mengarahkan kedua tolok ukur itu kepada sajak-sajak si penyair berkacamata ini, apakah sebagai pembaca akan terlebih dulu mencari manfaat berupa pesan tersirat atau akan (cuma) menikmatinya lantaran kadang  tidak merasakan adanya manfaat ketika berhadapan dengan sajaknya. Sajak ganz  bagi  saya adalah tanaman teks yang secara logis tumbuh  secara dialektis. Runut.  Tumbuh dan merayap dari bawah ke atas. Dan  ini hal baik yang yang mesti dicatat. Ada tema besar kegelisahan ketika seorang penyair ingin mengaktualisasikan dirinya dalam bentuk teks sastra, dalam hal ini  puisi, yakni kegelisahan sosial--politik,  kegelisahan metafisik, dan yang ketiga adalah kegelisahan eksistensial. Sajak-sajak Ganz  tumbuh pelan-pelan dari tahun ke tahun membawa tema-tema tersebut. Rentang tahun dari 2008 sampai tahun 2012 adalah perjalanan dimana pengalaman-pengalaman, rekaman-rekaman, gesekan dan interaksinya dengan beragam kejadian membuat sajak-sajaknya sedemikian rupa. Tapi dari yang saya amati, sebenarnya ada satu tema yang linear yang sedang dirawat ganz: kesedihan.  Tetap saja kesedihan itu terlihat meski penyair  membedakinya dengan diksi-diksi yang terkesan macho, dengan kecepatan dan hiruk pikuk dunia cyber, dengan blackberry, dengan chanel televisi, dengan ipad. Tragedi tetaplah sebuah tragedi.

3.Tentang Hipogram dan Mitos-mitos
Sajak ganz, adalah serangkaian perjalanan tranformasi. Rakhmat Djoko Pradopo yang  mengutip Julia Kristeva, mengemukakan  bahwasanya  tiap teks  sastra adalah mosaik kutipan  dan  merupakan  tranformasi dari teks-teks lain. Secara khusus, ada teks tertentu  yang  bisa ditandai sebagai latar penciptaan sebuah teks lain setelahnya,  dan ini disebut oleh Rifaterre sebagai Hipogram, sementara karya yang menyerapnya disebut karya tranformasi. Sajak Ganz dekat dengan itu., Terdapat dua unsur dari Teks tranformasi, yang pertama menampik, yang kedua menerima atau meneruskan. Dan penyair,dalam sajak-sajak yang ia ini saya selidiki meneruskan tiap teks-teks yang menjadi hipogramnya. Kita bisa melihat hipogram dan tranformasi itu pada sajak Origami—Puisi Tentang  Anak-anak Bulan—dan  Di Eldorado.

ORIGAMI

Akhirnya,
ia melipat bulan itu
Lalu membentuknya
Jadi burung-burungan
Agar bisa terbang
Menghiasi
Langit jiwa
Tapi mati
Ditembak sang pemburu malam.
Lalu
melipatnya kembali
membentuknya
jadi kapal-kapalan
agar bisa berlayar
di samudera malam
dan berharap
takkan tenggelam

(2008)

PUISI TENTANG ANAK-ANAK BULAN
1.
dulu, anak-anak bulan senang main origami kapal-kapalan
sewaktu penghujan melahirkan arus luapan kali menuju jalan-jalan kampung
lalu ada dolanan jamuran saat banjir tak lagi tinggal pada bulan-bulan kemarau
: di mana ibu mereka sering berdandan dengan begitu purnama

mereka bilang, kapal-kapalan jauh lebih seru dibanding
berpura-pura melingkar bergandeng-tangan menyanyikan
kidung jamuran yang jadul itu

dan bermain kapal-kapalan tak perlu mendiamkan
pura pada wajah-jujur kita.

(2010)


DI ELDORADO: EPISODE SEORANG ANAK YANG TAK YAKIN MEMATAHKAN HIDUNGNYA

“hari ketujuh, diciptakanNya hidung
dipermakNya menjadi bagian tubuh
yang vital dan binal”
  
1. menuju sekolah, seorang anak mencoba melepaskan
angin dari kedua tangannya. angin itu dijelmakannya
jadi sketsa seekor naga yang lesat menghampiri
masa depan yang penuh dengan burung-burungan
dan pesawat-pesawatan di atas kepalanya. naga
itu kembali ke angin sebab ia tak tahu arah
sebab di depannya gelap dan banyak tubrukan
cahaya asing

(2012)

Ketiga sajak ini dibuat tahun 2008(Origami), 2010  (Puisi tentang anak-anak bulan), (Di Eldorado: Episode Seorang Anak Yang Tak Yakin Mematahkan Hidungnya), itu artinya sajak sajak itu sebenarnya masing-masing telah memiliki jangka dua tahun untuk mengendap,dan entah  secara sadar atau tak sadar sajak-sajak itu seperti mempunyai ikatan. Ada hubungan yang tadi sudah saya sebut sebagai hipogram-transformasi. Bisa kita amati, di sajak Origami, Ganz menulis tentang (seseorang) yang melipat kertas origami dan membuatnya menjadi burung-burungan kemudian kapal-kapalan, teks ini menjadi hipogram awal yang mencoba diteruskan di sajak Puisi Tentang Anak-anak Bulan, di sajak ini penyair juga membawa serta kegelisahan (beberapa orang) yang awalnya sering bermain origami kapal-kapalan. Seolah sajak yang ini adalah tumpahan kesedihan jilid kedua dari sajak Origami. Kesedihan itu mekar menjadi bait-bait yang lebih tragis. Dan lagi-lagi itu masih ingin diperpanjang lagi di sajak Di Eldorado--, kesedihan itu di panjang-panjangkan dalam mitos yang lebih ruah, hiruk pikuk dalam kemodernitasan. Suatu karya sastra menurut Paul Ricouer adalah paduan dokumen sosial dan humaniora dengan dokumen  alam  pikiran . Ini akan menciptakan lingkaran  hermeneutik dimana terdapat unsur sense, berupa makna yang diproduksi oleh hubungan-hubungan dalam teks, dan reference, berupa makna yang  terlahir dari hubungan teks dengan yang diluar teks itu sendiri.  Baik sense maupun reference akan dihadapkan pada runutan kejadian  yang hidup dalam kenyataan, sebab teks dalam  sajak, tak melulu berkisah tentang reference, melainkan lebih dari itu: menciptakan pandangan, horizon pemaknaan baru kepada dunia yang yang sedang dibangun oleh penyairnya, Ini saya tanggkap ketika menemukan sajak-sajak Ganz, dimana penyair asyik masyuk meleburkan dirinya ke banyak mitos, dongeng yang berlalu lalang di sekitarnya, Saya curiga, jangan-jangan seluruh sajak ganz ini memang mitos semua (?) Kita tahu, bahwa mitos, menurut pengertian strukturalisme Levi-strauss tidaklah sama dengan kajian ilmu mitologi. Mitos tidak harus dipertentangkan dengan sejarah serta kenyataan.  Mitos adalah sebuah ceritera yang lahir dari khayalan manusia, imajinasi manusia, meski unsur khayalan itu berasal dari kehidupan dan lingkungan manusia sehari-hari. Dalam mitos, imajinasi seseorang memperoleh kebebasannya secara mutlak, mempunyai seluas-luasnya kemungkinan untuk menghidupkan kemustahilan nalar. Sajak ganz, saya rasa dibangun di atas mitos-mitos tersebut. Kita dibawa untuk membuat keputusan sendiri, akan mempercayainya atau  menolaknya ketika memasukinya. Taruh saja, di sajak Takdirkan Aku Sebagai Katakmu, dimana penyair memperlihatkan kerja kerasnya dalam membawa pembaca untuk menggelisahkan dimensi waktu, antara masa lalu, sekarang dan masa depan.  Terlebih di sajaknya Eldorado, penyair bebas menumpuk mitos-mitos di atas mitos. Benar-benar berlapis. Tapi kita tak mungkin melarang penyair membawa kota hilang penuh emas Eldorado  dari peninggalan suku Chabca  di Amerika Selatan yang disinyalir penuh harta karun emas  permata itu doboyong ke plot mitos si boneka kayu  yang  gamang terhadap hidung sendiri itu. Kita tak bisa protes ketika penyair menculik Zeus dan Poseidon si dewa penguasa laut bersenjata trisula dalam mitologi rakyat yunani ke episode sajaknya, atau Aladin si pemilik lampu ajaib yang kita kenal dari lisan ke lisan.  Kita juga tak mampu menggerutu ketika penyair membawa serta mitos itu melesat ke dunia dimana banyak berhamburan berjejalan dengan acara televisi, video game, internet, bahkan ketika, lebih tragisnnya, mitos itu dimitoskan kembali ke dalam mitos-mitosan dan menjadi wadah yang disana berjatuhan sekaligus tumbuh kapal-kapalan, apel-apelan, pesawat-pesawatan,  telur-teluran. Setidaknya saya mencatat ada 15 kata yang mendapatkan imbuhan –an, untuk menimbulkan efek “pengimitasian” dari benda sebenarnya. Saya rasa ini bukan hal mudah, ketika seorang penyair mesti mencermati kata-kata mana yang layak diberi efek –an , tidak sekedar kata, namun bisa menciptakan ambivalen dan kesan plastik. Penyair mesti berjerih payah menjaga ritme dan konsentrasi di tengah hiruk pikuk kata-katanya sendiri.  Saya cuma berdoa semoga Ganz tidak ikut tercebur menjadi penyair-penyairan. Dan ia tidak sedang membuat sajak-sajakan. Atau jangan jangan-jangan ini sudah menjadi esai-esainan yang dibuat oleh arif-arifan? Ah, sutrala
labalukisaludakasulisakisakilu
ceciceciceciceciceciiiiiiii
cicecicekisabalu….biimmm!

(Semarang, Maret 2012)

tulisan ini dibuat untuk kepentingan NgoPi (Ngobrol Pintar)-- Komunitas Lacikata  edisi sajak-sajak A Gandjar Sudibyo, yang rencananya akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 25 Maret 2012, di Jalan Stonen 29

02.30

semakin dini
      semakin dingin
                   semakin engkau

AKU BERTERIMAKASIH KEPADA RESEP-RESEP INI



Superb, akhirnya kabar baik lagi, sertifikasi chef nasional  datang juga kepadaku. namaku terdaftar diantara chef-chef itu. Artinya ujian yang kemarin itu lolos. Cemas juga tadinya, nggak cemas gimana, yang ikut sertifikasi  dan berstatus mahasiswa cuma aku, mesti sedapur dengan chef Patra jasa, chef Grand Wahid Hotel, Swiss Bell hotel, Ibis Hotel, semua serba hotel berbintang gitu. haha, jadi inget betapa gemetarnnya ketika menyelesaikan tiga resep buatanku, aku menjadi peserta terakhir. fyuuuh, beruntung, waktu kurang 10 menit sudah selesai 3 resepku baik appatizer, main course, maupun dessertnya. Plong. heran, setan mana yang ada di tangan-tangan chef itu, bisa-bisanya mengerjakan 3 resep dalam waktu cuma 1 1/2 jam, artinya mereka sudah selesai 30 menit dari 2 jam yang disediakan penguji! dan itu keren! sekaligus memporakporandakan konsentrasiku. untungnya aku masih bisa mengejar "kekurangtangkasan" di timing dengan unggul di pengetahuan teknis dan wawasan teoritis. ya, istilahnya, kurang di okol tapi sedikit lebih di akal. jadi penguji membagi ujian ini dalam 2 sesi, 2 jam praktikum, 1 jam tes tertulis, 1 jam lagi interview. Waaalaaa! 

stttt, baru kali ini, aku memberanikan diri, memposting sesuatu yang belum pernah aku posting: resep masakan! yuhuuu, di edisi postingan spesial ini , aku tampilkan resep-resep yang sudah meloloskanku ujian sertifikasi. aku merasa perlu berterimakasih kepada resep-resep ini, yang aku rancang hampir selama 2 minggu, dengan berulang-ulang mencobanya sendiri di dapur kecil ayah, gagal, dicoba lagi, kurang ini ditambahi, di modifikasi lagi. gagal, mikir lagi, dicoba lagi.

Selamat menyebut diri, Chef !



ITALIAN MANGO SALAD
Bahan:
100 g daging buah mangga Indramayu/arumanis, slice cube
100 g buah pir Australia, slice cube
1 buah tomat merah, kupas, slice tipis  memanjang

Aduk jadi satu:
30 g  cheese, kocok lembut
30 g mayonaise*
1 sdm air jeruk lemon
½ sdt merica bubuk
½ sdt garam

Cara membuat:
( mayonnaise) :
1 butir kuning telur
2 sdt jus lemon (1 sdt  finnegar sebagai bahan pengganti )
250 cc vegetable oil/corn oil
½  tsp  salt
½  tsp sugar
-  mixing kuning telur dengan jus lemon hingga menyatu, kemudian campur sedikit demi sedikit hasil dari mixing kuning telur dan jus lemon dengan vegetable oil sambil diputar aduk sampai habis. tambahkan garam dan gula.

2.Atur mangga dan pir dan tomat dalam mangkuk saji.
3.Tuangi Sausnya.
4.Aduk-aduk hingga rata.
5.Sajikan segera dengan garnish.





CHICKEN CORDON BLAEU  WITH LEMON SAUCE

Bahan:

2 dada ayam, tanpa kulit
2 lembar irisan roast beef (daging sapi panggang)
2 lembar keju cheddar
2 sdt mustard
garam & merica secukupnya
1 buah kentang, slice kecil memanjang, goring dengan metode deep frying.

Kulit:
tepung terigu (plain flour)
tepung roti (bread crumbs)
1 butir telur kocok

Lemon Sauce:
4 sdt. fresh lemon juice
4 sdt. air
1/2 tsp. salt
4 sdt. gula
2 sdt tepung maizena


Cara:
1. untuk Lemon sauce, masak  bahan Lemon sauce kemudian kentalkan dengan tepung maizena.
2. Belah dada ayam secara horisontal (melebar),Buka di tengah, lumuri dengan mustard, garam & merica.
3. Letakkan roast beef di tengah2 dada ayam dan lembaran keju, tutup kembali. Bila perlu, tusuk dengan tusuk gigi agar tidak terbuka. Taruh di kulkas selama 30 menit.
4. Labur dada ayam dengan tepung terigu, lalu celupkan dalam telur kocok. Setelah itu labur dengan tepung roti sampai seluruh permukaan dada ayam terlapisi.
5. Goreng dengan api kecil dulu. Setelah 3/4 matang, besarkan api.Tiriskan, beri garnish dan hidangkan.





PANCAKE WITH  VANILLA SAUCE

Bahan:
100 gr tepung terigu protein sedang
30 gr  gula pasir
200 cc susu cair full cream
30 gr margarine cair
1 butir telur ayam
1 sdt baking powder

Cara Membuat:
1. campur tepung terigu, gula sampai rata
2. tambahkan  telur (yang sudah dikocok), susu cair, margarine cair.
3. tambahkan baking powder dan aduk hingga benar-benar rata
4. panaskan  Teflon, kemudian dadar adonan pancake dengan api kecil
5. balik adonan setelah berlubang dan permukaan mengeras
6. hidangkan dengan menambah  vanilla sauce dan toping.

mimpi kamu mimpi aku

kapan kita bisa sepayung di mimpi, membenarkan letak rintik hujan.
bertatapan sambil sesekali membasahi perasaan --

(mimpi kamu lucu. sedangkan mimpiku aneh. masak matahari senyum dan kedip-kedip? siapa juga itu yang jadi pengantin? hahaha.semoga kita tetap  dikirimi mimpi-mimpi agar tau bagaimana cara  mengabarkan diri ya)
MAAFKAN AKU, RENUKA
; ibuku

diantara himpitan  bayang-bayang pohon meranti merah,  sebelum  tahun-tahun  menghukum  diri mereka sendiri dengan kekecewaan.  inilah aku,  ibu. sebuah perjalanan yang gemetar;  sendirian memikul takdir yang sama  sekali tak bisa ditukar. bahkan dengan hal-hal perih  milik   siapapun  yang pernah mengangankan sorga.  sorga yang aku benci sebab tak hati-hati menjatuhkan buah simala—karma ini.

aku, akulah bungsu  dari rahimmu yang lahir semata-mata  menjelaskan kapan  siasat dan isyarat-isyarat  berakhir. kepadaku dekatkanlah, dekatkanlah lehermu sekapak demi sekapak, biar kusapih dan  kupisahkan dulu masa lampau yang telah menyusuiku. ini mata kapakku  ibu; dendam seluruh pandangan.  yang begitu saja mencintai  lengkungan  petang  di lehermu, petang  yang suatu ketika pernah menjelma rimba bagi para ksatria yang diburu rasa ingin tahu mereka. mudah jatuh dibidik  pelukan dan kecupan-kecupan yang melintasi semak-semak dan pepohonan.

seusai ini, aku berjanji niscaya mereka akan  mandi dan mencuci daki nafsu  dengan kesedihan  yang kutimba dari tusukan airmata mereka sendiri.  kita sudah dalam jarak sedekat ini,ibu,  namun tak ada yang bisa kusebut  penyesalan. tebaskan saja, anakku. tebaskan.  kegelapan menempaku, membesikan  lengan kananku. di sisa bayang-bayang pohon meranti merah, aku dekap tugal kepalamu  agar tak menggelinding ke tanah.