Awalnya adalah sebuah janji untuk menepati,
kedatangan kedatangan ketuk perasaan yang lantas duduk bersimpuh di ruang tamu.
Jika memang dia , harusnya pintu ini akan berusaha membuka diri.
Urutan kepergian memberi makna pada apa yang telah di dapatkan,
sejauh mana panjang lorong ini mampu menghubungkan ringkasan perjalanan.Katanya satu , tapi nyatanya lahirlah dua. dua yang meniga , ah, kata kata yang ingkar janji !
Hingga di hadapan luka inilah , diri yang mengkristal hanya mampu untuk tunduk sejujur jujurnya, menyerahkan ketiadaberdayaan diri dihakimi,
demam ingatan,
gigil kerinduan.
Ada apa dengan jendela?
Apa yang terjadi pada pintu ?
Tiba tiba menjadi palung mata terdalam yang membuka sekaligus menutup kembali.
Aih, tamasya jiwa.
Tak bisa berdiam sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar