Kembali pada sebuah hening

Kita duduk berhadapan pada meja persegi, kamu menunduk sementara ekor mataku kosong melompong mencari percakapan , seolah olah waktu diruangan ini benar benar sedang berhenti melakukan ritual membunyikan tiktok.Waktu memperhatikan kita sedari tadi yang tak kunjung mendorong detik pertama meluncur memasuki tabung durasi.

Sudahlah , diam saja.
Tak usah memulai kata.
Toh menundukmu sudah cukup memberi arti .
Pertama , diammu adalah anggukan.
Kedua , menundukmu adalah kebimbangan.
Nah,yang ketiga paling tak kuingini.
Kamu menunduk menyembunyikan airmata dalam hati.

Apa kedekatan kita membuatmu sedih ?
Atau memang keterbiasaan berdiri pada masing masing titik yang jauhnya minta ampun selama ini menimbulkan efek yang mengajari kita untuk menyatukan tubuh kita pada sepi. Kesepian yang terlalu hening.Sampai disuatu ketika dimana hening yang telah sama sama kita simpan itu pecah dalam satu pertemuan, Alam bawah sadar kita tak cukup mampu menerima perubahan yang mendadak, dan pada kejadian luarbiasa ini tubuh enggan berusaha mengadaptasi.

Aku,kamu,dua bangku meja persegi , ruangan ini.
Tak pernah mengerti bahwa ternyata berjauh itu lebih mengasyikkan daripada berhadap.
Ternyata jarak yang cuma beberapa jari antara hidungku dan bibirmu ini begitu menyiksa . Begitu deg degan.Mendebarkan.

ina sayang ; aku benci ini.

Tidak ada komentar: