Jika saja. . .

Jika saja otak saya adalah langit. Tentu tak perlu saya mati matian memasukkan jutaan huruf untuk di hafal. Mereka memaksa saya untuk seperti ini , menjadi manusia setengah gila. Sementara orang lain pulas diatas bantal empuk, menjumpai wajah wajah mimpi yang dipuja sejak sore tadi. Uh, alangkah malangnya otak saya , saya paksakan juga ia untuk tak memejamkan mata. Katanya ini demi indeks prestasi, katanya ini demi sebuah bukti.Adakah, adakah kekeliruan jika saya tergila gila me-rodi -kan serabut serabut akal cuma untuk sebuah nilai ?
Orientasi pada hasil tanpa menyadari bahwa untuk menuju itu , prosesnya sedemikian mengerikan seperti ini.
Kenapa saya susah merasa capek?
Sepertinya enak ya bisa capek , bisa berleha leha tanpa terbebani ini dan itu , itu dan anu. Iih , kok saya jadi iri begini.
Jika saja . . .
Otak saya langit.

Mungkin estetika ruang pengingatnya serba lebar, jadi saya tak perlu memori eksternal untuk menampung tiap hal yang masuk menjadi fermentasi fermentasi cendawan, bergerumbul liar penuh coretan sapidol tanpa pengaturan.sesak banget.Beneran.
Ya, mungkin. . .
Yang namanya mungkin, mungkin iya , mungkin saja tidak iya.
Ya Tuhan,kok saya jadi begini,
saya terpaksa mengeluh lagi ih.
Tolong dong , anugerahi dinihari ini mata saya dengan rasa kantuk.
Ih, beneran.
Saya memohon.
Amin.

Tidak ada komentar: