Kemarilah cucuku,
mendekatlah dan bersuaralah di telinga tuliku yang renta karena begitu  setia  mengikuti  usia.
Biar  kubenarkan letak  pecimu,
biar tegak ,karena pada kening lebarmu  itulah  aku  merindukan  kelebat  nostalgia  bersama  eyang kakungmu.
Menikmati  udara  sore sambil  memperkirakan  bayangan  paku  pendek jam  matahari,di pelataran  balai desa,  benda  antik  yang  kata  muasalnya  buatan  kompeni.
siluetnya  yang  tepat menunjuk  diantara  kami  menandakan  sore  itu  telah  pukul  tiga,
begitu  kata  eyang kakungmu,
aku  mengangguk  meski  sebenarnya  tak mengerti .Dan  tak mau  memperdulikanya  karena  memang  aku  buta  aksara. Dan  tahukah  kau  cucuku , di masa lalu yang seperti  itu  , eyang kakungmu  benar benar  membuatku  merasa dia lah  lekaki  paling gagah  yang membuatku  menerima  pinanganya  cuma  karena ia bisa membaca.
Ya, dan  sekarang  kau  tahu bukan ?
Kenapa  sampai  sekarang  aku  masih saja  gemar  menemanimu  bercerita  sambil  membolak balik halaman halaman aus karena terlalu sering terjamah tangan,kau  semangat sekali  meyakinkanku  bahwa  gambar gambar  kelinci  bertelinga  panjang  itu  mempunyai  kekuatan  magis  hingga  bisa  bicara. Lagi lagi aku mengangguk , menyeret  anggukan empat puluh tujuh tahun silam  yang kulakukan  pada  mendiang eyang kakungmu itu padamu,tapi  kali  ini  aku  mencoba  peduli , meski  sama sama tak mengerti. tentang huruf Be,O,Be,O , jika  dirangkai  maka  cara melafalkanya BOBO , Jika O,dirangkai dengan Ka, lantas di sambung tanpa putus bersama sama Ii , maka bentuk suara yang kau  utarakan adalah OKI, lalu PAMAN HUSIN, NIRMALA, ah, aku jadi gemas sendiri.
Ya , ku usap keningmu yang berkeringat satu dua bulir, ada yang sampai menetes. Kau tahu, kening mengkilap seperti ini cuma dimiliki eyang kakungmu dan pak Hatta, wakil presiden pertama republik ini. Ya, mirip pak Hatta, cendekia dari pulau seberang itu. Bukan,bukan pak Karno, kening pak Karno agak sempit dan berwarna cokelat manis.
Punyamu tidak.
Cucu,
sekarang kemarilah ,biar kudekap kau sekali lagi.Aaah, sarungmu melorot,kau  malu malu menutupi burung kecilmu yang belum di sunat itu.
Sudah,
sekarang sudah rapi semua, sudah saatnya  kau  melanjutkan  pelajaran mengajimu di surau.
Berangkatlah cucuku,
nenek  akan menunggumu nanti di serambinya dengan mengantar penganan dan obor.Berangkatlah  untuk  tak sekedar membaca tapi benar benar  menguasai dunia.
Nanti malam , nenek di ajari  lagi ya,cu ?
( memoar untuk nenekda : yang baru pada usia ke 70 tahun baru bisa  memahami tulisan.Tapi saya kagum dengan usahanya )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar