Di hatimu

Kau mengerti aku hadir mengisi kalender keseharianmu tanpa pernah alpa,tanpa pernah koma. Bahkan saat kau berbisik lirih sedang kejatuhan siklus bulanan.

Dan aku disini , meski jauh tak pernah berpikir untuk mangkir cuma lantaran kilo jarak antara hatimu dan hatiku menjadi penyekat yang membuat kita kadang sama sama emosi, sama sama menahan diri untuk tak saling mengerti. Ya , sebuah kesadaran yang kita tanam tanpa paksaan. Menjalani proses panjang pemahaman.Kerinduan.Keluh kesah. Aroma indah.

Aku tahu jauh disana matamu membening tapi berusaha kau tahan. Aku ingin terlihat tegar ,ungkapmu.
Aku mendesah bukan lantaran lelah , tapi perasaan bersalah menggelayut tak bisa kutahan dengan kekuatanku sendiri.

Maka aku berusaha menghiburmu ,bukan cuma memberi hiburan untukmu tapi juga menenangkan diriku sendiri , karna sejak perasaan itu menjadi api , aku seringkali terlihat cengeng saat mendengarkan kata kata rindumu.

Dan isakmu yang berat akhirnya berangsur mereda, seperti hujan yang di curahkan gumpalan awan stradus karna kelebihan muatan.
Akhirnya lelah yang menyatu dari dua arah itu menerbitkan senoktah keyakinan. Haqul yaqin tegasku.

Karna ini bukan prosesmu semata, tapi proses ku juga. Proses kita, dimana hilir hilir kepribadian kita coba alirkan dalam satu muara.

Kita tak perlu iri dengan proses yang orang lain jalani lantas menciptakan garis garis komparatif yang tak pernah adil dalam mengasilkan asumsi.
Praduga publik kadang malah memprovokasi kita agar kita mengurungkan niat baik.


Kitapun sepaham, untuk mencintai hati karenaNya saja, bukan karena rasa ingin memiliki yang obsesif.

Cara kita unik , tapi tetap tak meninggalkan jasmani kita sebagai manusia

kalau rindu bilang rindu, kalau sayang bilang sayang , kalau sebel bilang sebel, kadang kalau memuncak kita bilang ini kerinduan,
hm, dan kita sepakat untuk mempertanggungjawabkan kenakalan kita di hadapan Tuhan.
Boleh dong , sesekali membuat Tuhan cemburu. . . .


Bersabar . Mungkin itu anak kunci yang kita cari selama ini.
Ya, sekarang kita jadi sama sama tersenyum lagi, mengenang percintaan kita yang kolosal.

Tenang saja , aku mencintaimu bukan semata wujud fisikmu wanita yang memiliki payudara.
Aku mencintaimu karna kuharap kau mampu menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku. Kelak.
Saat waktu itu datang dan segala hal menjadi halalan toyiban karenanya.
Saat kosakata menjemukan bernama pemisahan menjadi janur melengkung yang tak kuning lagi melainkan pink tergeletak di genting rumahmu.


Adhe,
jangan khawatir,
aku merindukanmu !

Tidak ada komentar: