Akhirnya aku terprovokasi juga dengan gaya sok kritisnya itu, sambil meraih tangan ulul yang sedari tadi menjadi pohon rindang bagi dagu lancipnya : aku mencoba memasuki daerah rawan kantuk dari wajah bulat telur yang mulai menguap dan bikin enek ini,bersiap mengambil napas memulai bercerita . . . .
Dengerin ini,
kali ini tak lagi diawali dengan sebuah prakata alkisah,atau pada suatu hari .
Simaklah adik ,
pada akhirnya ini kuutarakan juga , bukan liding dongeng.
Ini perihal hati yang sering bersembunyi dibalik tubuh. Kau punya hati juga kan? Ya, hati adalah gula gula arumanis yang tiap tanggal 1 agustus selalu kau tanyakan saat kau ku ajak menyambangi arena pasar malem , di bekas lapangan sepakbola ujung desa.
Nah, sekarang kenapa sekarang sebuah hati ini terkesan pahit rasanya ,apa karena cuaca yang akhir akhir ini susah di prediksi bahkan oleh sekumpulan orang yang katanya jadi cendekia memakai stanplat Badan Meteorologi.
Ya, hati pangeran terluka , karena putri yang dulu pernah berpamit hendak kembali seusai menuju pergi ternyata begitu santainya mengakui dirinya sendiri beringkar janji. Pangeran pedih, pangeran merutuki takdir yang tak pernah sejalan dengan ingin. Lantas ia memutuskan simpul menjadi kembara saja , berguru pada seribu macam kebijaksanaan pandhita.Bersungguh sungguh ia memagari hatinya dengan segala mantra , dengan potongan potongan hapalan jampi. Ia datangi pelosok di tiap kabar burung yang menyukai terbang disiuli angin menuju keterpencilan diri , menemui tiap ahli nujum, tukang tenung ,pembaca palmistri ,dan segala hal yang akan mejadikanya paham , ke arah mana ia mencari rumah tujuan. . . ,
aku mencuri napas sebentar , mencoba mengumpulkan lagi kegemetaranku beberapa saat lalu bertebaran seenaknya menyentuhi bulat bulat partikel udara. . .
Ulul merengek : ayo kak, ayoo. . ,pangeran terus bagaimana , kena kutuk jadi kodok iyaa. . ? Ih cepetan ceritain lagi. . .Ah kak.
Next : sst. . .jangan berisik , besok dilanjut lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar