dilihat dari dalam adalah lampu-lampu kota, dilihat dari luar adalah masa lalu kata-kata
nulis yuuk : Akal - akalan bahasa
Semangat siang !
siang ini saya akan membagi-bagikan manisan, tentang ragam penggunaan bahasa dan sisi untung ruginya. . .
maksudnya, tentang pengaruh, afdhol tidaknya penggunaan beraneka bahasa non Indonesia dalam karya fiksi berbahasa indonesia. Baik itu bahasa ibu, bahasa serapan, bahasa daerah, atau bahasa gaul. ini saya singgung karena kemarin ada salah satu teman yang ngeyel minta penawar setelah tulisannya habis-habisan saya aniaya, katanya, setelah dicekoki rasa pahit jamu mesti ada pemanis beras kencur atawa kunir asemnya, agar tidak eneg di tenggorokkan.
oke, saya akan bertanggungjawab untuk tidak sekedar mengejek tapi juga akan berbagi seteguk manisnya masukan.
Biasanya, pada diri seoarang penulis terkadang terjadi proses pertimbangan saat akan menggunakan bahasa selain bahasa indonesia. pertimbangan yang paling menonjol adalah ketika karya tersebut berkemungkinan dikonsumsi oleh pembaca umum yang juga berkemungkinan juga tidak memahami unsur-unsur bahasa "asing" yang di masukkan ke dalam karya itu. Apalagi bagi sebagian pembaca yang cuma menganal satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia.
intinya, perlu tidak memasukkan itu ?
Perlu.
kalau memang dirasa, mungkin frasa, penggalan kalimat, mungkin dialog akan memunculkan citarasa, power, yang akan memperkuat bobot dari karya anda.
tidak perlu.
kalau memang dirasa cuma akan megurangi citarasa dari karya anda, merusak plot, merancukan konflik, memecahkan kosentrasi para pembaca.
sayang kan, kalau cerita sebenarnya sudah terbentuk utuh malah amburadul, cuma karena kalimat frasa yang pembaca mesti mencari translitor, untuk mengalih bahasakan agar bisa melengkapi keutuhan cerita ?
lantas apa yang akan saya bagi di sini ?
tak lain dan tak bukan adalah akal-akalan !
maksudnya ?
begini, ini sedikit bercerita tentang hal hal yang dari dulu , semenjak sekolah lanjutan pertama, saya mulai mengenal cerpen-cerpen yang kadang butuh perhatian khusus. dan dari seringnya mengamati secara terus-menerus itu saya berani mengambil kesimpulan SEPIHAK, dan ternyata kesimpulan sepihak itu membantu saya dalam menata, memadu antara bahasa indonesia dengan bahasa 'asing'. coba simak penggalan penggalan ini :
terburu bocah kecil itu berlari menerabas gang , sapaan Pakdhe Kartolo nyaris kabur terdengar :
mlayu mlayu, arep ning ndi, Man ?
sambil terbirit ia menjawab : kebelet pipis Pakdhe.
oalah semprul,...
lalu ini lagi :
Ning, berapa kilo yang kamu kasih ke juragan Subadri tadi pagi Nduk ?
kalihdoso sekawan mbok.
wajah mbok Nah tegang.
apa ? dua puluh empat ? dua puluh empat kilo kamu kasih semua ke dia ?
ning cuma menunduk, sembari terus menimbang beras di ember.
inggih...
lagi ya :
l
all ya :
Idin masih berselonjor ketika tiba-tiba isterinya masuk dan seperti biasa mengumbar kehangatan,
Pangdamelkeun kopi nya'?
dan idin serta merta melompat dari dipan.
he,eem, tapi kopinya agak pahit ya Neng...
jadiiiii,....
bisa ditarik kesimpulan kan bagaimana mengakali semua ini ?
*tulisan ini belum selesai *
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar