Surat yang tak terkirim untuk ibu

Teruntuk ibundaku :

ibunda sayang , saya berharap semua yang baik terbingkai untukmu. Kesehatanmu , keseharianmu , juga segala pernik di taman 'sriwedari'mu.

Alhamdulilah bund, baik saya ,ayah, adik ,dan cucu mu arimbi senantiasa di anugerahi keadaan yang baik.
Ah, ibunda,
menyaksikan ini semua ,saya merasa tak enak sendiri,khawatir dengan segala kemapanan ini ,ada sebersit cemburu di hatimu.
Ya , saya akui , jujur bunda, seharusnya ruang kegembiraan ini tertujukan untukmu ,harusnya ibun berada di tengah kami , ikut menikmati hasil dari kerja keras kita bepeluh peluh ,berayap rayap dengan penuh prihatin memperjuangkan sebait tingkat yang menurut ibu dulu lebih sejahtera.
Saat saat seperti inilah bunda, saya rasakan begitu menyiksa.Menyaksikan ayah bercengkerama dengan 'ibu baru' kami , menyaksikan adik berceloteh riang menggoda arimbi ,ah ,lagi lagi saya mendesah : harusnya ibu ada disini!
Saya memang ikut tertawa ,itu benar. Tapi begitu rona sabarmu itu berkelebat , saya tertegun , saya pilu bunda.Saya hampir hampir menangis sendirian.
Kenapa ,kenapa ,disaat segala sesuatu bisa saya (kami) jangkau ,tujuan dari jangkauan itu malah raib ?
Saya berpikir, dengan keadaan seperti ini , keberadaanmu bisa tergantikan . Faktanya ? ?
Tetap saja bund , kemahaibuanmu tak pernah bisa saya tempelkan di tekstur wajah ibu lain,wanita wanita lain.
Mungkin saya membiarkan kejadian demi kejadian untuk mengalir secara wajar , tanpa keinginan untuk melawanya. Toh ,seberapa kuat energi saya melawan sesuatu yang telah di tentukan.Ia bernama takdir bukan ? Yang kata ibund ,harus kita yakini, harus kita imani .

Ibunda sayang , saya cuma merasa saat ini saya sedang mengkhianatimu,
menduakanmu.

Bunda , maafkan saya.


( ketika rasa ini membuncah , saya tidak pernah yakin saya mampu mengendalikanya sendiri.Adakah obat jiwa dari perasaan cemburu ? )

Tidak ada komentar: