Wajah itu bernama Rukmoko.ia bersembunyi di balik pigura.
Lelaki yang entah kenapa tiba-tiba dua bulan terakhir ini bergerilya terus
tiap kali aku mengenakan piyama dan melepaskan sisa make upku.
aku menggeleng, mendukung kemustahilan. ini takkan pernah terjadi.
besok, katanya dia akan datang melamarku, dan itu artinya akan ada pernikahan.
Dan itu artinya aku akan menjadi rahim bagi anak-anaknya. Bagaimana bisa, rahimku sudah tak ada. semalaman aku menangis.
*** *** ***
Dia datang, hari ini, dari balik pintu, bukan lagi dari dalam pigura yang sering kukayalkan
selama ini. Punggungnya tegap, bahunya lebar. Matanya bergaris-garis tegas. Ia memang pantas kusebut lelaki.
kami duduk berhadapan satu meja, sedari pagi tadi telah ku persiapkan sembilan jenis masakan untuk menyambutnya.
dia dan hari ini sama sama istimewanya.
Dan dia cuma mengeuarkan kalimat sederhana
, masakanmu enak Zulaeka.
*** *** ***
kau kenapa, dia bertanya.
saya menangis, senggukku.
iya, tapi menangis karena apa, apa kata-kataku melukaimu ?
bukan itu, jawabku seraya melekatkan mataku pada alisnya,
lantas menunduk lagi.
kadang seorang wanita butuh menangis, untuk menumpahkan laut dari matanya.
kau keberatan jika kuperistri ?
tidak, saya menerimanya, saya kelewat bahagia.
saya tak menyangka ada yang mampu menerima saya lebih dari apa adanya.
sore itu aku mengantar punggungnya sampai pagar rumah.
dia, sempat menoleh dan berkata : lima bulan lagi, Zulaeka.
*** *** ***
kini lelaki itu masuk lagi ke pigura.
Aneh, bibirnya jadi sedikit mengulum senyum. sekali ini aku tertawa.
ya, lima bulan lagi, gambar lelaki bernama Rukmoko itu tak akan sendiri lagi
di pigura. akan ada warna buah buahan, dekorasi, kertas krep merah, dan aku yang
akan menggamit lengan gagahnya di pade-pade.
jepret. Tukang foto keliling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar