Episode kedua : Ranting

Padamu ranting , tak pernah ada keluh kesah meski gelayutmu menguras duapertiga energiku untuk merentangkan tangan.

Menyadari betapa indahnya pengorbanan yang cukup kubungkus dalam diam.

Eksotis.

Karna pada kata kata yang terluka telah membuka dirinya sendiri untuk dirasuki kebijaksanaan ghaib.

Tiada,
ada,
suwung,
maujud,

lantas telunjuk alif memapah pengertianmu untuk menghakimi pertanyaan demi pertanyaan,

apakah,
dimanakah,
bagaimanakah,

Takdir adalah guru yang memaparkan hidup tentang pemahaman simbolik , kearbitreran dengan mistik janggalnya.

Maka dengarkanlah Ranting ,
sejak ari arimu terbit dari bungkuskertas tubuhku ,mungkin akulah ibu yang memilih enggan mendongengimu tentang surga neraka.


: bukankah lebih nikmat tumbuh dengan alami ?


Karna batang ini bukan Jibril,
bukan Mikail,
bukan Gabriel,
bukan Abraham,
tidak juga nuh,

akulah sebab dari apa yang kau dapat,
akulah yang sekedar ember ember retas penuh kambium tempatmu menyusu.

Ranting,
akulah noktah yang kau rasikan menjadi peta sistematis pada langit kacamu.

Pada mata beningmu ,
pada mulut kanakmu ,


iqra...

Tidak ada komentar: