Sebenarnya  saya  sendiri  bingung  saat  akan  memulai  tulisan  ini .Takut  saya di cap  ikut ikutan  sok  idealis  mengemukakan  pikiran  saya  yang  seperti  sedang  sendirian  di arus  besar  kedalaman  sungai : tatanan.
Ah,sutralah,
kalau  memang  mesti  ditentang ,tentanglah  saya  semau  anda, kalau  mau  diberangus  , saya  bersedia  hangus  bersama  matinya  mimpi mimpi  saya.
Sekelumit  kesadaran  fundamental , begitu  trenyuh  saat  menyaksikan  otak   anak anak  kecil di sekeliling saya  di jejali  dengan gambaran gambaran orang dewasa, kapitalisme  peradaban.
Uh,siapa  yang  salah?
Saat  mereka  memaksakan diri  tumbuh  dewasa  sebelum waktunya.
Saat  mereka  menghafalkan  nama  calon artis  american idol.
Berlomba  menjuarai  mereplika  aksi  Betty la fea!
Dan  tau tau  dongeng dongeng  tentang  Timun mas , Bandung Bandawasa, Subali-Sugriwa di gua Kiskenda , lenyap  di ganti  proyektor ingatan  penuh  tokoh  tiga dimensi.
Mereka  begitu  menggemari  Hulk,Cat Woman ,Batman dan sepupunya Robin,
daripada  mengenali  cerita  kecil  
Tentang Pangeran  Parasara  yang  menaruh  anak  burung  diatas  kepalanya. . .
Mana  juga  apresiasi  dari  bangsa  sendiri ? Yang  katanya   wayang kulit  kita yang  menurut UNESCO adalah  'THE BEST  HERITAGE IN THE WORLD' ?!
Ironis !
Jawa  saya mati !
Indonesia  kita  keterlaluan !
Ya , saya  entah  bersedih ,entah  akan  menghiba.
Pada  siapa ?
Karna  bersamaan , saat  ada  gemelinting  gamelan, lenguh  para  sinden dan waranggana , saat  anak anak wayang jengah  ditancapkan  di panjang  pelepah  pisang.Dalang  tak punya  kosakata  lagi  merangkai  jalinan  cerita.
Sementara  buru buru  para  bapak bapak ibu ibu  bergegas menjauhi  panggung  pertunjukkan.
Kata  mereka  ini  membosankan !
Lalu mereka pulang menutup  jendela ,menulikan  telinga,  rapat rapat , pintu  dikunci.
Anak anak  dituntun  menuju  ke ruang keluarga ,beramai ramai menentukan  tontonan.
: melanjutkan  serial  Dawson  Creek  sambil  berebut  remote  televisi !
Aduh !
Jagoan  kita  benar benar mati. . .
: ungkapan  bangga  tak terkira  untuk kak  Seto Mulyadi. Dari  dialah ,saya menemukan  pencerahan. Bahwa ternyata  masih  ada  sebidang  dunia  kanak  yang  mesti kita (saya) selamatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar