PESAN-PESAN PENDEKMU YANG MEMANJANG DI SAJAKKU
RD
/sudah berapa waktu kita tak bersapa, apa kabarmu, jantungku?/
jariku lantas kembali mengingat
terakhir irisan ini menjadi semburat yang aku catat
di kulit buah pir kuning yang jatuh pucat
buah yang menjenguk ranjang tubuhku
setelah bertahun-tahun sakit dan berkarat
dengan apa lagi mampu kukecup masa lalu yang pisau
engkau menduganya telah bisa mengupas
seluruh dering waktu di jantungku,
jantung yang tiap senja bertumbuh saja kilaunya
penuh kumparan kabel tembaga.
melilit jariku, yang menunjuk-nunjuk mimpi di keningmu
/kapan mataku menemukanmu lagi di kota ini ?/
garis di peta itu kelewat ungu bagi malam mataku
garis yang memangkas tiap sungai,
lajur bening yang semestinya akan mengantarku,
menjadi tetamu, menjadikan dadamu bunga,
penampung segala yang madu.
tapi sungguh, Tuhan tak pernah mengubah
satu dari kita menjadi kupu-kupu
mengenangmu adalah membaca
peta kota yang pandai menanam jarak dan
sebuah musim hujan.
deras dan dirimu terus menerus berbenturan
menetaskan beribu telur ikan
ikan-ikan yang sebelum membesar akan tenggelam
tak tahu cara berenang tersebab engkau
lupa meniup menitipkan sekantung insang,
bersamaan, aku membalik tiap arah kenyataan
/ maafkan, maafkan aku, jantungku !/
sejak kau kirim hujan
yang bercermin di kamar jantungmu,
tubuhku kian digerogoti gerigi duri
berputar kencang, membangun sarang
aku sibuk menyibakkan, rungkut kesunyian
menggali parit, mendirikan pagar
kurasa yang berkubang itu tak mudah kering
lumpur akan selalu basah oleh bibir
bagaimana aku melupakanmu, kau melupakan aku
jika sampai saat ini kita -- aku kau--
terus bertanya pada Tuhan bagaimana caranya?
semarang februari 2011
2 komentar:
yip: endingnya kurang gereget ah.
sky : kadang, puisi kita gagal menjadi yang mendengar, tapi tetap mesti kita tuliskan...
Posting Komentar