Untuk menu hari ini

Sepetak ruang yang dipenuhi protein nabati , kandungan mineral dan provitamin dari agrikultura.

selamat meramu !

Rintih Banowati di malam hari

Baiklah Duryudana ,
Telah kau nikmati tiap alur tubuhku di malam hari . Ketika aku menjadi pedih yang menyuguhkan anggur bagi kemabukanmu, atas nama pengabdian seorang istri . Yang terus terusan mengangguk ,merapikan tusuk konde, menggigit tepi bibirku sendiri sampai berdarah.
Kini dapat kau masuki jendela jendela ini , lelubang dari pintu pintu ini.Dan seperti sudah menjadi watakmu , kau lebih bangga menjadi ular yang mengijinkan berbagai macam cara ,daripada memilih tercampakkan dari kasta.
Dan aku ?
Akulah tubuh yang dari mulutnya tak pernah berhenti mendesiskan mantra , kutukar perasaan mahakuatku akan Kakangmas Harjuna, dengan merelakan tubuh ini menjadi pasangan nafsumu.
Ya, aku tubuh yang di hadiahkan Harjuna , tapi ini atas dasar cinta , cinta penuh hasrat yang melingkari tiap balut kemben yang menutupi belahan dadaku.
Perlukah kuperjelas kedukaanku ?

Oh,Dewata,
aku seorang putri yang kehilangan keharumanya.
Karna lebah jalang ini ,
aku tak pantas lagi berkaca dikolam bening tamansari.
Aku rela terdera karmamu ,
tak kutakutkan lagi kutukan yang akan mengubahku menjadi manusia setengah gandarwa,
saripatiku terlanjur api ! !

Kakang Harjuna,
tiadakah pembelaan akan ini ?
Perihal keberadaan perempuan yang separuh harga dirinya diperkosa. . .



( : semarang , wayang saya menangis lagi )

MENULIS = MEMASAK ( ? )

Jadi Tukang masak ?
Atau jadi Juru tulis ?

Dan perdebatan tak mengenal usai ini akhirnya saya selesaikan dengan cukup manis hari ini. Cukupanlah untuk membentuk rumusan harmonis. Saya ingin menjalani keduanya secara adil ,dengan kekuatan mengekploitasi sama besarnya , sama rakusnya.Di menulis ada etika rasa , di memasak ada proses meramu hasil .Menulis perlu pembelajaran , memasak juga demikian.

Saya benar benar menemukan samadengan yang saya cari.

Mungkin kedepanya saya akan menemukan sedikit hambatan dalam menghandle konsentrasi , waktu , ataupun misalnya energi.
Ah, tapi siapa takut ?
Kata kawan saya , semakin kita terintimidasi dengan hal hal yang sulit menjadikan sabit kepekaan kita semakin terasah. Ya , dan saya akan sekhidmat mungkin menikmati kematangan kejiwaan saya , proses pendewasaan emosi saya.
Saya bisa.
Saya mampu.
Saya mempunyai semangat seperti orang lain, dengan segala keterbasan yang mendinding.
Saya pendobrak kemapanan.

Hm, sekarang saya lega , saya mengagumi Tuhan yang kerap menganugerahi saya serangkaian teka teki.


Tuhan,
sekarang ,
Wisanggenikecil ini dengan keberanian lucunya , telah siap Engkau hadiahi lagi teka teki selanjutnya .

Ciihaaa. . . !

YAKIN SAJA

KAMU MAMPU ,
KAMU BISA ,
LAKUKAN ITU ,
YAKIN SAJA ! !

( untuk hipnosis diri pagi ini )

Aku butuh sesuatu

Hei, bangun !
Sepertiga malam ini harusnya kau bertopeng doa.


: ogah , nikmat lelap tak akan ku ambil sedikitpun kesempurnaanya.



Terompah ini memanggilmu , kenapa masih tuli ?



: diam brengsek , aku menikmati tuli ini , membiarkan tiap bidang pemahaman menjadi kotoran telinga.


Dasar manusia. . .



: Biarin , justru karna seperti ini aku masih merasa menjadi manusia.



Epilog : selalu saja ada keengganan saat ditawarkan kebaikan.


Tolooong....... Aku bertemu Begawan Yamadipati malam ini.

Rumah Tanah

Disinilah rumahmu,
yang dahulu sempat kau pamiti sewaktu hendak pergi.

Dan temaram berhasil menghias cekung matamu yang nyaris rapuh ,
runtuh.

Dimana ia ,
yang kau cari ?


Kau melempar bekal ,
lantas berujar

:aku ingin lelah

tapi tak semudah yang di harap,

ya, aku tahu.
Perjalanan membuatmu mesti berhadapan dengan ingatan.
Juga rasa haus.
Juga hampa udara.
Kampung halaman.
Gigil kerinduan.

Matamu rantau yang siang malam membayang udik !


Disinilah,
potongan rambut kanakmu sengaja kupendam, menemani kendi , beras kuning , darah ayam cemani.

Mengikat kebebasanmu menjelajah dunia ,
bahkan antariksa.

Lalu ke arah mana ,kembali ?
Kalau bukan kesini ?


- sensitivitas manusia -

Matinya jagoan kita (saya)

Sebenarnya saya sendiri bingung saat akan memulai tulisan ini .Takut saya di cap ikut ikutan sok idealis mengemukakan pikiran saya yang seperti sedang sendirian di arus besar kedalaman sungai : tatanan.

Ah,sutralah,
kalau memang mesti ditentang ,tentanglah saya semau anda, kalau mau diberangus , saya bersedia hangus bersama matinya mimpi mimpi saya.

Sekelumit kesadaran fundamental , begitu trenyuh saat menyaksikan otak anak anak kecil di sekeliling saya di jejali dengan gambaran gambaran orang dewasa, kapitalisme peradaban.
Uh,siapa yang salah?

Saat mereka memaksakan diri tumbuh dewasa sebelum waktunya.
Saat mereka menghafalkan nama calon artis american idol.
Berlomba menjuarai mereplika aksi Betty la fea!

Dan tau tau dongeng dongeng tentang Timun mas , Bandung Bandawasa, Subali-Sugriwa di gua Kiskenda , lenyap di ganti proyektor ingatan penuh tokoh tiga dimensi.
Mereka begitu menggemari Hulk,Cat Woman ,Batman dan sepupunya Robin,
daripada mengenali cerita kecil
Tentang Pangeran Parasara yang menaruh anak burung diatas kepalanya. . .


Mana juga apresiasi dari bangsa sendiri ? Yang katanya wayang kulit kita yang menurut UNESCO adalah 'THE BEST HERITAGE IN THE WORLD' ?!

Ironis !
Jawa saya mati !
Indonesia kita keterlaluan !


Ya , saya entah bersedih ,entah akan menghiba.
Pada siapa ?

Karna bersamaan , saat ada gemelinting gamelan, lenguh para sinden dan waranggana , saat anak anak wayang jengah ditancapkan di panjang pelepah pisang.Dalang tak punya kosakata lagi merangkai jalinan cerita.


Sementara buru buru para bapak bapak ibu ibu bergegas menjauhi panggung pertunjukkan.

Kata mereka ini membosankan !


Lalu mereka pulang menutup jendela ,menulikan telinga, rapat rapat , pintu dikunci.
Anak anak dituntun menuju ke ruang keluarga ,beramai ramai menentukan tontonan.



: melanjutkan serial Dawson Creek sambil berebut remote televisi !

Aduh !
Jagoan kita benar benar mati. . .

: ungkapan bangga tak terkira untuk kak Seto Mulyadi. Dari dialah ,saya menemukan pencerahan. Bahwa ternyata masih ada sebidang dunia kanak yang mesti kita (saya) selamatkan.

Bagiku

Adalah namamu itu.
Di tatakan cangkir.
Memenuhi gordin jendela.
Di kening,
di pipi,
di bibir ranum yang tak berhabis habis kusadap warna pink nya.


Bagiku kaulah stamina untuk tak kalah dari kuyup lelah sehabis kerja,
atau saat bersitegang dengan bermilyaran huruf menjengkelkan di buku.Atau saat aku merasa asing mempertanyakan jenis kelaminku.

Bagiku kau lah insomnia
yang tiap keterjagaanya
begitu kunikmati.



:kampung Brotojoyo ,9 mei. tau tau tangan ini gemes kepengen mengacak acak belahan rambutmu.

Anythin is possible (?)

BIARPUN BAPAKNYA CUMA KULI , ANAKNYA BISA JADI KOKII....! ! !


Anak anak , ayoo memasak ...

Malam kutukan

Dia membenci malam ini,
malam penuh nikotin,
parfum jasmine menyengat,
malam penuh khayali tentang Om Om yang akan datang dengan kantong setebal karpet di balai desa.

kantong yang isinya akan membuat mulutnya merintih mengutuk dirin sendiri,
malam yang membuatnya seperti seorang Drupadi dalam pentas wayang orang 'Pandawa Kalah Judi',
sama sama menyembunyikan kesumat ,

-mati saja kau Dursasana !-

Kucucup mbun mbun -an mu seperti seorang lacur menyanyat bungkus plastik karet kontrasepsi.

Dia masih menanti malam ini ,
dia ingat anaknya di rumah belum sempat makan,dia hampir menangis,tidak jadi.Pahit dalam hidup itu pasti ada , tapi menangis itu adalah pilihan. Dan ia memilih untuk tetap teguh,seperti ia juga telah memilih mengorbankan tubuh plastiknya,wajah menakinya , pada Tuan tuan pengasuh binatang. Ia adalah ikan mainan di akuarium ,siap diambil,dinikmati.
Tapi seperti yang lain,dia ibu yang baik bagi anak yang baik cuma dengan nasib yang kurang baik.

Tapi ia tetap ibu bukan ?
Lantas siapa yang berani mendogma air susunya haram ?


Bibir berlipstik tebalnya merekah ,
tersenyum dipaksakan , tersenyum untuk satu kata bernama kehidupan.


Tiktok tiktok , sepatu hak tingginya mengetuki trotoar , menghampiri sebuah taksi.Sebuah wajah bulat berkumis nongol dari jendela.


Ah,terimakasih Tuhan,
habis ini anakku dirumah bisa makan. . .
( dalam hati,dia entah berdoa atau meminta , )


semarang , 2 mei.

Episode kedua : Ranting

Padamu ranting , tak pernah ada keluh kesah meski gelayutmu menguras duapertiga energiku untuk merentangkan tangan.

Menyadari betapa indahnya pengorbanan yang cukup kubungkus dalam diam.

Eksotis.

Karna pada kata kata yang terluka telah membuka dirinya sendiri untuk dirasuki kebijaksanaan ghaib.

Tiada,
ada,
suwung,
maujud,

lantas telunjuk alif memapah pengertianmu untuk menghakimi pertanyaan demi pertanyaan,

apakah,
dimanakah,
bagaimanakah,

Takdir adalah guru yang memaparkan hidup tentang pemahaman simbolik , kearbitreran dengan mistik janggalnya.

Maka dengarkanlah Ranting ,
sejak ari arimu terbit dari bungkuskertas tubuhku ,mungkin akulah ibu yang memilih enggan mendongengimu tentang surga neraka.


: bukankah lebih nikmat tumbuh dengan alami ?


Karna batang ini bukan Jibril,
bukan Mikail,
bukan Gabriel,
bukan Abraham,
tidak juga nuh,

akulah sebab dari apa yang kau dapat,
akulah yang sekedar ember ember retas penuh kambium tempatmu menyusu.

Ranting,
akulah noktah yang kau rasikan menjadi peta sistematis pada langit kacamu.

Pada mata beningmu ,
pada mulut kanakmu ,


iqra...