Halo kamu, apa kabar di bulan
januari ini.
Kaki ayah sakit
dan saya mencemaskannya. Itu
sebabnya
saya ingin membagi
kecemasan ini. Berhari-hari yang
lalu sebelum tahun
baru, kakinya terkena tumpahan
minyak panas. Saya pikir
di kamus kami
yang menghabiskan hari
di dapur, ketumpahan minyak
dan tersayat pisau adalah
hal-hal yang tidak penting
untuk saya ceritakan
ke kamu. Tapi
entah kenapa, kali ini
saya mencemaskan kesehatan
ayah. Hampir tiap kali sepulang
kerja, saya selalu
menghadangnya di depan
pintu dan bertanya: sudah kering?
Dia tidak menjawab,
cuma mencincing celana
panjangnya, memperlihatkan kaki
bawahnya. Kulit yang terkena
tumpahan minyak itu
terlihat basah bernanah. Saya kemudian diam
dan melewati tubuhnya, ingin segera
tidur dan berpura-pura
tidak terjadi apa-apa. Pertanyaan “sudah
kering?” dan adegan dia
mencincing celana itu
terus berlangsung selama
seminggu lebih ini. Seolah
repetisi yang terus menantang
saya. Tapi saya selalu
ingin mengelak. Saya ingin
tidur cepat-cepat dan
berharap ketika bangun kenyataan juga terpampang
sesuai keinginan saya.
Sudah lama sepertinya
tidak menceritakan banyak hal kepadamu, terakhir saya
menyuratimu di bulan
Juni, di malam ketika usia
saya ingin berpindah dari titik
ini ke titik
itu, ya. Aha, mestinya saya
tidak menceritakan kabar
menyedihkan ini ya. Oiya,
kamu ketambahan cucu
lagi lho. Putrimu melahirkan lagi. Kali ini
laki-laki. Namanya Kirana.
Mohamad Al Kahfi Sasikirana—lengkapnya. Kata orang-orang
sih, tekstur wajahnya mirip-mirip
wajah saya. Kecuali hidungnya
yang pesek itu. Bagaimanapun neneknya
kan pesek. Wkwk.
Arimbi, kakak
Kiran juga sudah
selesai tes semester. Sekarang dia
sudah kelas 1
Madrasah Ibtidaiyah. Nilai-nilainya banyak
yang merah dan
sepertinya dia belum
paham arti nilai
merah di raport. Dia kebanyakan
cengar-cengir tidak jelas
saya pikir.
Apa? Kabar saya? Saya
masih
saja seperti ini. Masih
tidak bisa tidur
di bawah jam satu
malam (atau pagi?). Masih banyak
merokok. Masih setia
menggunakan sandal refleksi.
Saya masih yakin,
sandal refleksi adalah
jalan keluar untuk
mengimbangi pola hidup
saya yang buruk.
Kamu? Kenapa tidak
pernah bercerita apapun? Sebenarnya saya
ingin mendengar bagaimana
rasanya mati muda.
Kemarin, saya sempat
berdebat: tepatnya mendiskusikan,
entah ini kamu kategorikan
diskusi berkelas atau
dangkal. Kami tiba-tiba mendiskusikan
rindu. Menurut pacar
saya, seseorang bisa merindukan
seseorang lain atau sesuatu
jika seseorang atau
sesuatu tersebut mengisi
penuh perasaan dan
hati kita. Dia juga
sempat mengutip perkataan
orang lain untuk menguatkan keyakinannya. Sementara saya
berpendapat, seseorang
haruslah berjauhan dengan
seseorang lain atau sesuatu
untuk merindukan. Rindu
itu binatang yang
butuh jarak dan
kekosongan, yang akan
tambah gendut dan gendut dan
gendut lantaran memakan
dua hal tersebut.
Menurutmu, kamu
akan memihak pendapat
pacar saya atau
pendapat saya?. Sudah dulu
ya, tiap orang
di sini nitip
salam buat kamu.
(Semarang, 10
januari pukul 01.08--2014)
1 komentar:
ibu pasti memihak pendapat pacar kamu. ya, kan, bu? ;)
Posting Komentar