MEMBACA : MUHAMMAD--A BIOGRAPHY OF THE PROPHET


 
“ Ya  Allah,  seandainya  aku  tahu  bagaimana Engkau  ingin  disembah, begitulah  aku  akan  menyembahMu, tetapi  aku  benar-benar  tidak  tahu.” Doa  (Zaid) orang  arab  itu  segera  dikabulkan.

Pada  halaman  103,  dalam  buku  karangan  Karen  Armstrong, MUHAMMAD:  A   Biography  of  The  prophet, saya  sejenak  berhenti  membaca. Menghela  napas  menetralkan  diri  saya  yang  tiba-tiba  disergap  kalimat  tersebut.  Ngeri. Ketika  membayangkan  seorang  seperti  Zaid, memasrahkan  utuh  dirinya  kepada sesuatu  yang  transenden.  Hidup  membikinkan  dia  jalan, Zaid  mesti  menjadi  seorang advontur.  Melewati  gurun-gurun  pasir, melupakan  dan  menjauh  dari  lilitan tangan-tangan   dewi-dewi  Arab;  Latta, Uzza, dan  Manat.  Dia  Sampai  di  Mosul—Irak, sampai  juga  di  Siria, ia  masuki  biara  dan  gereja, menemui  tiap-tiap  rahib, tiap-tiap  pendeta. Setengah  mati  dia  penasaran  dan  memburu  jawaban  tentang  kabar  agama  suci  yang  dibawa  Ibrahim.  Seorang  nabi  akan  segera  dikirim  Tuhan di  jazirah  Arab, bisik  lurus  mereka.  Dan  belum  sampai  di  Mekah, Zaid  mesti  terbunuh  di  selatan  Siria. Sungguh upaya  perjalanan  dan  pencarian yang  apokaliptik.


Membaca  buku  ini  seperti  melengkapi  kisahan-kisahan  di kepala  saya yang  ditiupkan  oleh  sebuah  masa lalu. Terpecah-pecah  dan  kadang begitu  pipih, retak.  Saya  mungkin  sudah  mendengar  dari  guru  ngaji  saya, atau  di  pengajian-pengajian, atau kisahan  di  Sirah  Nabawiyah. Kenapa  saya  katakan  melengkapi, lantaran  dari  buku  ini  saya  seperti  mendapatkan  catatan  tambahan, bagaimana kondisi  suku  Quraisyi  dan rentangan kejaihiliyahan  mereka. Bagaimana relasi  mereka  dengan  kultur  dan teologi, bagaimana  mereka  begitu  terusik  ketika ada  perubahan  yang  akan memisahkan  mereka  dari berhala-berhala  mereka.  Posisi  perempuan-perempuan  di  masa  itu. Tradisi  kesukuan  dan   Ghazwu. Perjalanan  hijrah  dari  mekkah  ke  Yatsrib. Perbalahan  yang  terjadi  kemudian menciptakan  Sunni  dan  syiah. Belum  lagi, meskipun  sedikit, disinggung  juga  sejarah agama-agama  samawi. Tuhan  Yahweh, Tuhan  Yesus, Tuhan  Allah.  Saya  juga  ditambahkan  catatan  bahwa  dulu  Muhammad   bersembahyang  menghadap  Jerussalem  sebelum  mendapatkan  wahyu  dari  Tuhan  untuk  mengubah  arah  kiblat.  Ah,  saya  jadi  teringat  film  yang  kemarin  saya  tonton  lagi, Kingdom  Of  Heaven  yang  dibintangi  Orlando  Bloom  dan  Edwar  Norton  itu  jika  mengingat  kata  Jerussalem.   Film  yang  mengangkat  kisahan  perang  salib.  Di  film  itu  ada sosok  Balian  dan  Salahudin.  Agama  berdarah-darah   demi  kepentingan  yang mesti  dipanggul  tiap  manusia.  Irisan pandangan  tentang  Yahudi, nasrani, juga  Islam.  Bagaimana   sejarah  membuat  banyak  hal berkelok-kelok. Saya  jadi  kepingin  membaca  buku  Karen  yang  lebih  dulu terbit  sebelum  ini; Sejarah  Tuhan.

Ini  masih  Bulan  Maulud, Ya  nabi.  Dan  saya  membacamu. Membayangkan  kau  bercanda  dengan  Aisyah, gadis  sembilan  tahun  yang  lincah  itu. Membayangkan   juga  bagaimana  tubuhmu  menggigil  dan  bergetar  hebat ketika, di  lembab  gua  Hira  Jibril  berujar  dalam  cahayanya: bacalah, Muhammad. Bacalah, aku mohon.

(Semarang, Januari 2014)


Tidak ada komentar: