aku seutas
dasi yang engkau
kenakan di bawah kepala yang
tak tahu bagaimana
membersihkan dirinya dari
masalah. binatang buas
yang dikirim jam
kerja dan diminta
berpura-pura santun,
ulat-ulat berlendir licin
yang kau temukan
sering tiba-tiba saja tertawa getir di
tengah-tengah sebuah film
kartun.
kau menuduh
dirimu tak mahir bersembunyi
dari kisah-kisah murung yang hidup
seperti para
penambang—enggan berhenti mengeruk
dan menggali sampai
kau tandas dan
mengering kemudian memantulkan
diri mirip benda-benda
pernah patah.
aku melihatmu
menyisir rambut. bekerja keras mengingat lagu-lagu
yang pernah merendam
menggenangi tulang rawan telingamu. lirik-liriknya jadi
sedemikian rusak begitu
sampai ke pucuk lidahmu
seolah menyanyi adalah memanjat.
aku mulai percaya
yang dikatakan teori
evolusi tentang diri kau yang
kera dan diri
aku yang tumbuh rumit diantara
kata mengapa. aduh, jawaban pelan-pelan
mejadi permainan yang
membosankan jauh melebihi acara
televisi yang hidup dari
rating dan mata bengkak
para penonton.
di kantor
atau di pabrik
atau di pasar
swalayan orang-orang mencair.
kau memeluk kata
berangkat sebagai agama. mengulang kekeliruan
lebih jernih dari
ibadah maupun sedekah. tiap
kali merasa nyeri kau
ingin mengecupkan hal-hal
itu ke keningmu.
(semarang,
januari 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar