MENGANDUNG DIRIKU



Kemarahan  mengirimiku puisi  dan jam  satu  pagi  yang  lenganya  babak  belur. Aku  melihat  ayahku  mengandung  diriku. Perutnya membesar. Dikiranya  aku  angkasa  yang  salah  ia  hirup  lewat  hidungnya  yang  kerap  mimisan.

Ia  tidak  terbiasa  mendengarkan  musik  dari  radio, penyiar  yang  pura-pura  ramah  menjadi  salam atau  kerinduan  milik  orang  lain. Ah, ia  mulai   menghitung lagi  kabar  buruk sebagai anak-anak yang   tak pandai  menulis  surat.


Diam-diam  aku  belajar  menggambar  keadaan dari  topinya  yang  leluasa  memayungi  bulan maulud, dari  tangannya yang  menebal  dan  berharap  kelak  lebih  dulu meledak  sebelum  kau  temukan.

(Semarang, januari  2014)

Tidak ada komentar: