KACAMATA RETAK SEBELAH, DALAM LUKISAN IMAM BUCAH

letakkan aku sebagaimana moyang kita menaruh sebelah pipinya untuk didaki keputus asaan. sebab kau sendiri yang meramal keretakanku, jauh sebelum pegangan jembatan dan tangan kuning langsat gadis belia berebut jatuh cinta kepada kilatan sebuah kamera.

kita butuh daun-daun yang lebih hijau dari mata tetangga. katamu. sambil terus memupuk kefanaan, menyangka kota yang kita tinggali akan  lebih kuat dari keinginan yang (belum utuh jadi ucapan) terburu rusak dan remuk dilindas keragu-raguan.



mungkin musuh akan mengecilkan nyalimu, dengan pisau, gunting, jarum jahit, atau dengan apa saja yang ia gunakan sebagai jalan pembenar bagi para pembuat onar. tapi aku tahu tak akan kaubiarkan percik darahnya mengaburkan warna hitam tangkaiku--setapak yang terus dan tulus kau pegang kelak mengantar para pesakitan ke sorga.


(Semarang, 2014)

Tidak ada komentar: