Langit
mendung siang ini
menambah warna pucat
milik seekor kupu kupu, namanya Pupa, kupu-kupu bersayap oranye dengan
sedikit bintik-bintik merah metalik. Seharian
ia terbang, sampai ia lupa
sudah berapa kali taman dan
kebun ia kunjungi. Tapi sepertinya, ia belum
mendapatkan apa yang
ia cari. Akhirnya, ia
memutuskan untuk beristirahat
sebentar, hinggap di daun Pohon Cabe merah kriting. Angin silir musim
penghujan bertiup dan hampir- hampir menghembuskan badan Pupa yang
ringan dan mungil.
Pupa lantas berpegangan
erat di salah
satu ranting Pohon itu. Tiba-tiba Pohon Cabe
berteriak :
“Awaaas, pegangan
yang erat pada
lenganku ya, jangan sampai
kamu terpelanting…”
Pupa melongok ke bawah ke arah
suara tadi keluar,
“Lho memaaaang
ada apaaaa, bundaaaaa Cabeeeeeeeee
?”
Tangan dan
kaki Pupa masih memeluk
erat-erat lengan Cabe
merah keriting, sayapnya
seperti mengerut dan
memipih terhantam angin. Untung
saja tidak sobek.
“ Angin memang
akhir-akhir ini agak
kencang, maklum, musim ini,
kerajaan cuaca sedang ngadain lomba
lari estafet buat
para atlet angin,
kemaren saja aku nyaris
tercabut kalo ngga
sekuat tenaga mencengkeram
tanah,”
Perlahan angin
mulai lembut , cuma sesekali
masih menyisakan tipasan, Pupa menarik
napas lega, mulai berani
mengembangkan sayapnya lagi.
“Oh iya,
kamu habis dari mana, kok mainmu
sampai jauh kesini, jangan-jangan kamu
kupu-kupu tersesat ya ?”
Bunda cabe keriting bertanya.
“Saya namanya
Pupa, bunda, dan
enggak sedang main
kok, dari tadi pagi
keliling, buat nyari
madu, tapi aneh,
sampe sekarang belum
juga nemuin madu
setetespun, bunda tau nggak,
dimana saya bisa nemuin
madu?”
“Madu? Lho memang
untuk apa ?”
“Begini
bun, sudah berhari-hari
ini, Ayah saya batuk, parah
sekali, nah kata tabib
kupu-kupu, batuk itu cuma
bisa disembuhin ama
campuran sari cengkih, perasan jahe
dan madu bunga. Cengkih dan
jahenya sudah saya
dapat, tapi madunya itu
yang sampai sekarang
belum saya peroleh
bunda. Tolongin Pupa ,bun. Kasian
Ayah batuknya nggak
sembuh-sembuh,…. “
Pohon cabe keriting
terkesima mendengarkan cerita
dari Pupa, ia sebetulnya
ingin sekali membantu, tapi apa
daya, ia cuma tanaman cabe
yang tak diberi
kemampuan untuk memproduksi madu, Pohon
Cabe tak
mempunyai nektar penampung madu.
“ Kasian sekali
kamu Pupa, kamu
benar-benar anak yang berbakti,
tapi sayang bunda ngga
punya madu, bunda tak
bisa membantumu, anakku…”
Pupa sedih,
matanya berkaca-kaca. Ia ingat Ayah dan
ibunya yang menunggunya
pulang dengan membawa
madu. Pasti di rumah sana
mereka gelisah. Ah,
bagaimana ini?
Akhirnya Pupa
berpamit melanjutkan perjalanan.
Sampai menjelang
sore, Pupa masih
belum mendapatkan madu, ia
sudah bertanya pada seisi
kebun, seisi taman,
seisi ladang, bahkan
pinggiran hutan jati. Jauh
sekali penerbangan Pupa
hari ini. Ia hampir
saja putus asa, kemudian dari jauh ia
melihat segerombolan lebah kurcaci
yang sedang menggotong
bersama-sama sebuah tong. Lebah-lebah kurcaci itu
menghampri dirinya yang
sayup memandangi mereka.
“Kupu kecil,
kamu kenapa, ini bukan
wilayah terbangmu kan, kamu
terpisah dari kelompok
ya? “
Aneh, mereka, para
lebah kurcaci itu, berjumlah kira-kira
lima puluhan, berbicara dengan
suara yang serentak
seperti itu pada Pupa.
Pupa jadi terkejut
sekaligus kagum, kompak sekali
mereka. Akhirnya Pupa memberanikan
diri mendekat ke lebah-lebah itu
dan menceritakan kenapa
ia sampai di tempat
ini.
“Maaf paman-paman
lebah, boleh saya bertanya,
kalian sedang membawa
apa?”
Dan lucu
sekali, ternyata para
lebah setiap menjawab
selalu serentak bersamaan
seperti sebuah paduan
suara. Suasana pingir hutan
jadi penuh bunyi
nguing, nguing. Bergema gema. Ramai sekali
pokoknya.
-- ini
madu. Ini madu milik ratu
bunga. Hari ini ratu membuat
kue bolu raksasa. ……..ini madu. Ini madu
milik ratu bunga. Hari
ini ratu membuat
kue bolu raksasa --
Mereka mengucapkan
itu seperti menyanyikan
lagu, benar benar seirama dalam
lantunan nada. Pupa seperti
mendapatkan keberuntungan.
Madu. Madu. Madu milik ratu
bunga, itu artinya,…..
Mereka membawa madu. Itu
artinya Pupa boleh
minta pada lebah- lebah
kurcaci sedikit madu
untuk obat Ayahnya. Asyiiiiiiiik, huraaaaaaaai. Pupa
berterbangan kesana-kemari
saking gembiranya.
“Paman, boleh
kan saya minta
sedikit madunyaaaa? Boleh ya
paman, sedikit sajaaaa.”
Rajuk Pupa
memelas.
Lebah-lebah
kurcaci mirip operet, serentak diam, dan
serentak kemudian menguing-nguing lagi.
--Tidak. Tidaklah tidak. Tidaklah kami
berani memberi. Tidaklah kami
memberi tanpa seijin
tuan puteri--.
Dan akhirnya, meskipun
Pupa sudah merengek-rengek,
terpujilah sifat para
lebah kurcaci yang
berkeras tak mau
memberi, alasan mereka,
madu ini sudah
ditimbang, tidak boleh
berkurang bahkan satu
milliliter pun, karena
itu akan merusak
resep dari kue
bolu nantinya, dan
satu lagi, memberikan
ini tanpa sepengetahuan
puteri bunga adalah
satu tindakan ketidak
jujuran. Salah satu sifat
pantangan yang tak
mungkin dilanggar oleh
bangsa lebah kurcaci.
Pupa menyerah,
nafasnya berat sekali
setelah mendapat penjelasan
dari paman-paman lebah
kurcaci, tapi bagaimanapun mereka
benar, ia harus
meminta ijin dulu
pada pemilik madu
ini. Oh Ayah dirumah,
sabar ya, Pupa
sedang berjuang mendapatkan
madu bagi obat batukmu.
“Baiklah, Pupa
akan ikut kalian,
Pupa akan nemuin
Putri bunga dulu
untuk meminta madu,….”
--Ayooo. Ayo
ikuti gerakan kami. Ikuti
lah tarian kami menuju
pulang ke sebuah negeri.--
Demiakian yel yel
lebah kurcaci. Pupa tidak terbang,
dia duduk menyandar di atas
tong, diarak puluhan
ekor lebah.
***
Wah, Pupa
tidak menyangka, kalau
istana milik putri Mawar
indah sekali, istananya
terdiri dari banyak
ruangan yang luas-luas.
Bukan hanya luas
tapi juga banyak
sekali hiasan juga lukisan di sana, Pupa sempat
bertanya dalam hati,
istana semegah ini
membuatnya dari apa ya
?.
Setelah bertemu
putri dan ia
utarakan maksud kedatanganya
untuk meminta sedikit
madu akhirnya Putri
mawar bercerita.
“Memang,
pekan produksi madu
kali ini, saya
memerintahkan para lebah,
untuk mengambil madu
dari setiap penduduk bunga
yang ada, karena hari
ini, saya sedang
membuat bolu madu
raksasa, saya perlu
dua ratus enam puluh milliliter madu
bunga, dan mereka
jauh hari sudah
menyatakan kesedian mereka untuk
memberikan hasil produksi
madu untuk saya, Pupa sayang. Dan
kalau saya mengurangi
jumlah madunya, itu
sama saja mengacaukan takaran
resep kue, dan jika
madunya tak tepat,
kue yang dihasilkan
nanti bantat jadinya.Haduh
bagaimana ya, saya tak
mau tahun ini
kalah lagi oleh putri
melati, musim
kemarin saya dipermalukan
di depan khalayak bebunga, musim ini
masak saya mesti
kalah lagi ?”
“Jadi, saya
tak boleh meminta
sedikitpun madunya , putri ?”
“Berat sekali
Pupa, maaf saya tak
bisa membantumu saat
ini.” Ujar Putri Mawar pendek.
“Tapi, tapi aaah,
Ayah saya butuh
sekali madu itu, puutriii,
sedikit saja koookk.”
“Tidak bisa Pupa, tidak bisa. Madu
tersebut bahan paling menentukan,
jadi tolong mengerti
lah kenapa saya
tak bisa memberimu
sedikit madu.”
Alangkah hancurnya
hati Pupa, Ia menangis
sesenggukan, sungguh ia
pikir dengan madu
satu tong besar, tuan
Putri akan memberikan sedikit
madunya, ternyata tidak, Pupa tiba-tiba
jadi benci sekali
pada Putri Mawar, ia
lantas pergi meninggalkan istana tanpa
berpamitan. Ia benci. Benci
sekali pada putri
yang pelit itu.
Sampai di
rumah, sudah malam, Ayah kupu-kupu
masih
terbaring lemah, ditunggu ibunya
yang sembab, sembari mengurut-urut
tubuh Ayah Pupa. Pupa menceritakan
segalanya pada Ayah
dan ibu. Tentang perjalanannya
mencari madu dari
pagi sampai ia
bertemu dengan putri
mawar. Meski sedih, kedua orang tua
Pupa mencoba menghibur,
“Sudah tidurlahh
Pupa mungil sayang,
barangkali hari ini
bukan keberuntungan kita. Masih ada hari besok
bukan?.”
Pupa tak
bisa berpikir lagi,
bagaimana mungkin, karena
semua bunga telah menyerahkan
madunya pada puteri,
seluruh tanaman bunga!, dan perlu sepekan
agar nektar para
bunga bisa menghasilkan
madu. Mungkin karena capek ,
akhirnya Pupa pulas
tertidur.
Pagi
berikutnya, Pupa terbangun, sebenarnya bukan
terbangun, tapi ia
mendengar suara Ayah membangunkanya. Aneh,
suara Ayah jadi
jelas. Tadinya ia
berpikir barangkali ini
mimpi, tapi suara
itu memanggil -mangggil namanya terus.
Akhirnya ia bangun.
“Aayaaaah, lho Ayah kok
sudah sembuuuh ?Ayah diobatin
siapa ?”
Rasa penasaran
Pupa tak bisa
dicegah. Sungguh diluar
dugaan batuk Ayah
sembuh, dan suara Ayah jadi jernih seperti sedia kala.
Akhirnya,….
“Semalam, larut
sekali, kamu sudah pulas
mungkin, sampai tak
mendengar suara gaduh.
Sekumpulan lebah datang
kemari, dan menyerahkan apa
yang kamu minta pada
tuan Putri Mawar, ya
sebelum mereka pergi
mereka menyampaikan salam
tuan Putri buat
kamu, kata Putri, akhirnya ia
sadar, apalah arti
sebuah perlombaan kue, dibanding usaha
seorang kupu-kupu kecil yang
gigih mencarikan obat
untuk Ayahnya, Putri
Mawar akhirnya berkeputusan memberikan
madunya untuk kita
naaaakk,…”
Pupa terharu,
ia salah sangka
pada Putri Mawar, ia sudah
terburu membencinya kemarin,
alangkah baik hati putri
Mawar.
“lho tapi
yah,…
kok para
lebah kurcaci sampai
tahu rumah kita
di sini ?”
“Ya, diam- diam
putri mengutus panglima
capung untuk membuntutimu
saat kamu pulang
tadi malam.”
“ooooo….”
Kini Pupa
kembali ceria. Ayah
memeluk Pupa erat erat,
“Trimakasih ya
nak, kamu sudah
mencarikan obat buat Ayah,
coba kalo tak ada
kamu yang gigih
berusaha,… Ayah pastii,…”
“Sssttt, sudah Ayah,
itu hal
kecil kok, tau
nggak, Pupa tuuuh,
sayang banget sama Ayah…..”
Kepak sayap
oranye Pupa berkilau, sepasang kupu Ayah
dan putrinya itu, saling
memeluk sambil berputar
dan berterbangan….
(Kampung brotojoyo, 2009)
SELESAI
Arif Fitra
Kurniawan, mencintai dongeng dan
pernah bercita-cita jadi
penyihir jahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar