Dari nyala matamu ke sempit masa
lalunya perumpamaan-perumpamaan itu datang serupa semut jantan berjuang melipir
demi mengawini satu-satunya impian kekasih yang ciumannya mampu meruncingkan
kematian. aku buat diriku lagi dari
rumput-rumput basah ini, ketika
dari langit sore selasa dongeng-dongeng tak bisa dibendung ingin mengubur bangkai pipi si pendendam
Dilayat rencana-rencana rusak juga plastik-plastik juga patahan pintu juga celana dalam bekas mengambang di air, sempat ingin aku ungsikan sisa perasaannya yang menjangkar gerahammu. ada yang berdenyut tiap kali aku dekatkan kupingku seolah arwah semua nenek-kakekku (baik dari silsilah ayah maupun silsilah ibu) bangkit memutarkan lagi lagu-lagu lawas juga nasehat mereka
Dilayat rencana-rencana rusak juga plastik-plastik juga patahan pintu juga celana dalam bekas mengambang di air, sempat ingin aku ungsikan sisa perasaannya yang menjangkar gerahammu. ada yang berdenyut tiap kali aku dekatkan kupingku seolah arwah semua nenek-kakekku (baik dari silsilah ayah maupun silsilah ibu) bangkit memutarkan lagi lagu-lagu lawas juga nasehat mereka
Bahkan kumparan kemarahan dan rasa sedih yang bersekutu milik nenek-kakekku yang akhirnya aku panggul tak juga bisa melunturkan cengkeraman warna biru laut di lidahmu. aku sangsi jukung-jukung itu tak akan datang demi menumpahkan ampunan kepada sebuah petang yang kehabisan kiasan. tetapi kau lebih tahu hatinya sekeras tangan nabi di suatu masa pernah menyelamatkan segenggam pertanyaan dari sergapan api
(Semarang, Januari 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar