Di luar dirimu, cuma ada lingkaran kesalahan dan kekesalan yang berputar. Tak bisa menghalau diri. Sementara kegelapan datar menyerupai wajah lantai. Sebelum cahaya kota dibangun dari mata air kemarahan yang menyeruak tumbuh dari retakan cangkang kuku-kuku kuning busukmu. Telur-telur yang ternyata berperangai demikian buruk. Kau tetap yakin di dunia yang nyaris tak nyata ini orang-orang akan pulang membawa diri mereka berjalan membungkuk memikul kepala berisi padat—kaku penyesalan milikku.
Di
dalam diriku sudah aku ciptakan ribuan pasang
mata yang menangis,
bangsal-bangsal rumah sakit bersalin, jarum suntik, kapsul penenang
dan, rumit rumusan demi menebus kehilangan.
masa depan orang-orang terlanjur bibit penyakit yang
menunggu waktu tepat sembari memeluk
pertanyaan kapan dirimu akan berulang-ulang bangkit. Mereka terlanjur
getir menyimpan ucapan
selamat.
Wabah yang berhasil
membelah diri itu seperti
air susu langit
memaku-maku batu, tabah meneteki
mayatmu yang kekar bercabang
di liang kering
angan-anganku.
Di luar
dirimu, dunia jadi kubus-kubus
besar menyerupai kekuatan sihir
dan teka-teki raksasa. Pertanyaan
yang
cuma membuat kita
bersedih. Tidak ada musim. Cuma ada prasangka dan kota yang berkelip-berkelip, sebentar naik
ke atas, mengambang, kemudian
mencair. Menyusun siasat bagaimana
menggenangi jam-jam tidurku yang
sempit. Cuaca benar-benar membuat kita
jadi mata si
pencuriga. Terusan-terusan salah menuduh bayangan seseorang
menanamkan bencana. Aku terpejam, membukakan pintu bagi benda-benda sudah lama letih
mengetuk di dalam diriku dan
ingin berenang-renang menikmati
kekalahan.
Di dalam
diriku mimpi terbuat dari berjuta-juta kelahiran
bayi binatang purba. Aku satu-satunya manusia
yang membenci diri
sendiri dan sering menangis. Kenapa tidak
punah dan diganti dengan perumpamaan
baru agar bisa
tertukar denganmu.
(Sompok, juni 2013 )
1 komentar:
Wahh...njelimet sangat bhasanya kang arif,,kerennnn...
Hehe
Posting Komentar