Saya menulis ini, ketika saya merasa
perlu merayakan diri
saya . di sebuah bantaran
kali, saya duduk
lama. Lebih lama dari
perjalanan siapapun yang merasa pernah menunggu dan
ditunggu. Duduk begitu
saja. Memarkirkan kendaraan. Mengamati orang-orang
yang berlalu lalang, yang
duduk-duduk menghadap air
cokelat sungai , lampu-lampu dan
riak air sesekali
bertukar perangai. Duh,
kepadamu ngilu sunyi saya
ini kenapa tak
juga lekas sampai.
Tanggal-tanggal seperti ikan
yang tak betah pada kedalaman. Yang mesti
sebentar-sebentar menyembul naik, demi
merasakan hal asing. Demi bertarung
dengan mata pancing. Tangan
saya jadi sangat
kerdil. Bahkan tak
mungkin bisa jadi
umpan untuk menarik remah-remah masalalumu
ke atas.
Sebuah ransel mengaku
hidup untuk memeluk
punggung saya. Saya menoleh
ke belakang dan
tak ada siapapun yang
menyerupaimu, atau berpura-pura
menyerupaimu. Cuma ada
berulang-ulang penjual meyodorkan
dagangan; Jagung bakar, es dawet, rokok, dan suara
yang sengaja disayat-sayat
agar saya terharu.