~ sudah berapa kali gunting memangkas,
alamat alamat yang terikat di kertas.
Ia tahu, sebagaimana engkau suatu kali pernah,
dikecup rasa bersalah.
Ketika puisi pecah
katamu, runtuh reruang tamu,
naungan padah dari segala penjuru.
Telunjuk kita,rumah
yang dulu ditempati kata kata ramah,
kini jadi berebut menuding,
dada siapa yang gagal memasung marah.
Maka aku tekun meski seringkali benang,
retas dalam gulungan sebelum sempat membening,
menatap ketinggian yang selalu jadi pembanding.
Layang layang ini, tuan,
masa lalu kami yang sengaja mengulur masa depan.
Entah sampai kapan ia siap untuk menjatuhkan.
Mimpi mimpi ke kolam.~
- semarang, 26102010 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar