soneta yang kuramu dari Neruda

Sonnet XVII

I don't love you as if you were the salt-rose, topaz
or arrow of carnations that propagate fire:
I love you as certain dark things are loved,
secretly, between the shadow and the soul.
I love you as the plant that doesn't bloom and carries
hidden within itself the light of those flowers,
and thanks to your love, darkly in my body
lives the dense fragrance that rises from the earth.
I love you without knowing how, or when, or from where,
I love you simply, without problems or pride:
I love you in this way because I don't know any other way of loving
but this, in which there is no I or you,
so intimate that your hand upon my chest is my hand,
so intimate that when I fall asleep it is your eyes that close.
(100 Love Sonnets, 1960)

SONETA XVII
aku tak mencintaimu sebagaimana engkau adalah mawar, topaz,
atau lembing anyelir yang mampu membakar ;
aku mencintaimu serupa banyak hal kelam dan terlarang untuk di cintai.
bungkam tepat di antara jiwa dan bayangannya.


aku mencintaimu serupa tumbuhan yang enggan mekar kemudian membawa serta sesuatu yang sembunyi di balik nyala dari bunga bunga itu sendiri.
bersebab dari cintamu, kegelapan di tubuhku mampu
menghidupkan wangi yang tumbuh dari dasar paling bumi.

aku mencintaimu tanpa paham bagaimana, kapan, atau dari mana.
aku mencintaimu dalam sahaja. aku mencintaimu tanpa kegamangan, tanpa keangkuhan. aku mencintaimu dengan caraku yang seperti ini, bersebab sungguh, aku tak tahu adakah cara lain saat mencintai.


Tapi lihatlah ini, lihat dimana tak ada aku ataupun engkau, kita begitu lekat, begitu satu, hingga t a n g a n m u di permukaan dadaku adalah t a n g a n k u. Begitu jerat, hingga ketika aku tertidur, maka matamulah yang terkatup hablur.


Soneta diatas adalah milik Pablo Neruda, penyair yang Lahir di Chili, 12 juli 1904. mendapat Nobel Prize for literature di tahun 1971. Ngga tahu kenapa dari dulu saya jatuh cinta dengan apa yang ia buat, bukan karena dia seorang komunis, hingga saya lebih memilih membaca karya-karyanya dibanding milik Kahlil Gibran, Gracia, Al ghazali, ataupun Rumi. Hematnya, saat menikmati apa yang ia tulis, saya benar benar memasuki lorong suram yang selalu ingin menemukan lubang cahaya. Neruda bagi saya adalah kegelapan, cinta, airmata, dan segala citarasa dalam meramu kesakitan dan kehilangan. Neruda adalah mimpi yang enggan kehilangan tidurnya.

Dan saat menggubah soneta tersebut, saya malah seperti sedang di dapur mengenakan celemek, berhadapan dengan aneka bumbu yang terhampar di atas telenan. Seolah saya seorang chef yang bertanggung jawab meracik resep asli amerika latin agar sesuai dengan lidah Indonesia. Huf, agar lidah mampu melumat dengan penuh kelembutan, maka saya bermain spekulasi, bersubstitusi, semisal mengganti minyak zaitun dengan minyak biji kemiri dicampur pandan, menggunakan daun salam sebagai pengganti bayleaf , daun basil saya tukar dengan kemangi, mengilangkan kandungan mustard, menambahkan asam jawa, kapulaga. well, hasilnya ?
Terserah apa kata lidah anda.
Enakan resep asli ambil yang atas,
Enakan resep modifikasi ala pucukpaenawisanggeni, ambil yang bawah.
Pengen bikin resep baru dirumah, bisa ambil dua-duanya,……


Tidak ada komentar: