JALAN
KECIL
Rumah yang dulu pernah mengenalkanku
kepada kakimu yang menggurat seperti kayu
pada akhirnya akan kembali aku kisahkan
untuk mengusik air tenang yang tercetak
di dasar
puisi-puisiku yang tenggelam
menanggung beban berhulu hilir kiasan
Di antara gingsul gigimu yang menyeringai.
Yang
ingin menghentikan sebentar
perjalanan
melingkarku yang tak kunjung sampai,
Petang mengerucut.
Merasa pernah menyentuh
sebongkah rasa keibuan yang tak mungkin
bisa aku temukan lagi sebagai padanan.
(Semarang, Agustus 2014)
DI PUING-PUING RUMAH KAMI
mesti kugambar dengan
apa pecahan perangmu.
sebab pernah kukagumi juga bentuk roket,
bau belerang dan sikat gigi.
: kemarilah, temukan tanganKu,
sujudilah welas asihKu.
-- adakah yang meleset aku hapalkan dari firmanmu?
aku obati keningku sendiri yang terbentur.
rasa putus asa sembunyi dalam jaket
aku cium biji-biji zaitun seperti mengenang
yang mustahil dari tangan nenek moyang
tentang harapan yang keliru mereka wariskan
sebab pernah kukagumi juga bentuk roket,
bau belerang dan sikat gigi.
: kemarilah, temukan tanganKu,
sujudilah welas asihKu.
-- adakah yang meleset aku hapalkan dari firmanmu?
aku obati keningku sendiri yang terbentur.
rasa putus asa sembunyi dalam jaket
aku cium biji-biji zaitun seperti mengenang
yang mustahil dari tangan nenek moyang
tentang harapan yang keliru mereka wariskan
(Semarang, Juli 2014)
UJUNG JALAN DALAM SEBUAH LAGU
CINTA
ujung jalan itu
milik orang-orang yang gemar
menyanyikan kesedihan. yang piawai
menjadi keledai,
kembaran perhitungan kita
yang mengajak
bertarung dan sukar
dilerai
cinta, di lagumu,
semata waktu yang pecah,
merambati rambutmu yang
sering berubah-ubah.
di perih lidahku yang
nyaris jadi bangkai sungai
sungguh
tak ada ikan
yang akan engkau
lihat
cuma
ada ribuan kau
lahir terus menerus
memanggul
cengkeraman kata-kata yang
haus
(2013-2014)
nb: bagi teman-teman yang berminat mengirimkan puisi-puisinya ke Indopos, kirim saja ke alamat surel :
calzoumbachrisutardji@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar