JURU TAFSIR



Dan petang yang menggelinggam akan mengapit lusinan puisimu, tuan. Aku si juru tafsir itu. Yang salah mengenakan ukuran sepatunya (sekali dua kau saksikan aku terhuyung di hadapan jalan kecil rumahmu yang lengang). Akan kelewat takabur aku bacakan sendiri gelugut rasa hausku sebelum mengertapkan pintu kayu jatimu. Siapa memiuh kesepian jika kudapati ternyata kita sama-sama cermin remuk yang rusak dikeruk kuku-kuku besi para pendatang

Tapi tak perlu kau belas kasihani ilmu pengetahuanku yang tipis (kau cuma akan menemukan patahan lidah bapak—ibuku diantara jeda-jeda yang dimiliki cengkeraman penggaris). Wanti-wantilah aku jika masih saja luput dalam mengutip--mengatupkan bait-baitmu: yang mengeruh dalam kesementaraan, yang menunggangi pinggang kali-kali kotor. Tapi aku yakin dasar kegelapanmu tak akan sanggup merangkak  memangsa pucuk oborku

Semarang, 2014

2 komentar:

Gubuk Cerita mengatakan...

Kalau saya, sih, juru taksir... Kerjanya tiada lain menaksir wanita, tapi tak pernah dapat karena terbentur persoalan harga yang makin meningkat. :D

Arif Fitra Kurniawan mengatakan...

asikkk itu mas, menaksir-naksir--