lewat pandanganmu aku dekap hari-hari yang menampik busuk. ulat-ulat
suci (lambang perumpamaan) kau biarkan merambat. mereka tak akan sanggup sampai
atau menggapai. sebab kau yakin sepasang pipimu tak sudi berkhianat sebagaimana
genggaman yang dimiliki oleh tekukan jari para sahabat.
di antara batu kerikil, selokan mampat, loteng-loteng serta segala sesuatu yang ingin memusuhi kerinduanmu, tanganku terentang ingin memeluk bertumpuk-tumpuk kekeliruan.
tak ada yang melanggar, tak ada yang dihukum-- dengan sembrono kau curi kalimat itu dari mulut penyair yang memutuskan tidur menunggu mimpi buruk kelak lupa menanggalkan potongan-potongan tubuh rusaknya.
di antara batu kerikil, selokan mampat, loteng-loteng serta segala sesuatu yang ingin memusuhi kerinduanmu, tanganku terentang ingin memeluk bertumpuk-tumpuk kekeliruan.
tak ada yang melanggar, tak ada yang dihukum-- dengan sembrono kau curi kalimat itu dari mulut penyair yang memutuskan tidur menunggu mimpi buruk kelak lupa menanggalkan potongan-potongan tubuh rusaknya.
aku sangsi kepada lelaki tua tukang sol sepatu dan perempuan tukang permak celana jins keliling pernah suatu kali menempelkan bekas senyuman kita di kehidupan mereka. kampung sudah lengang. jauh di sana kau dan aku sekedar bayang-bayang.
Semarang, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar