YANG HIDUP MENGHADAP MATAMU
Aku mengangankan seluruh tubuhku
menjelma
sebuah kacamata agar selalu
hidup
berhadapan dengan matamu
:sepasang mata yang gemar sekali membaca
di
depan pintu kamar matamu aku kirim riuh ketukan,
milik
seluruh burung-burung yang lama bermukim
di
atas kepalaku, yang dengan perih paruhnya
rela melepas
langit
mereka agar bisa segera kau penjara
penjara
yang akan dibawa pandanganmu bertamasya
ke
segenap penjuru tempat yang menyediakan garis peta,
tiruan
bola dunia, antariksa
serta
seluruh yang fiksi bagi sempit
harapanmu namun
selalu
kauhirupkan ke dalam nyata paru-paruku.
dari
buku-buku bacaanmu,
buku
tentang sebuah perjalanan wisata
yang
akan kuterka-terka sejauh mana jarak
menuju halaman terakhirnya.
Seketika tubuhku cerah ditimpa nyala matahari
yang
terbit dari lembab subuh alismu, setelah semalam
kau
habiskan sebuah novel yang tokohnya
melulu
mengenakan kesedihan, yang terus didera
kehilangan
demi kehilangan.
engkau
tak tahan untuk tak menjatuhkan tangisan,
aku
tak tahan untuk tak menyebutnya hujan,
sungguh
aku menampik segala rupa payung.
di
bawah lanskap matamu yang lapang, semalaman
aku
terus membiarkan tubuhku yang
berkaca-kaca ini
berlari
dan menghujan-hujankan diri
Suatu ketika engkau merasa terkesan dengan
seseorang
yang
menghadiahi ulang tahunmu dengan sebuah
buku
bersampul selembar kecupan.
di
lembar terakhir buku otobiografi seorang lelaki
yang
menganggap bahwa cinta dan revolusi
adalah
perihal yang sama perihnya, itu:
beraneka
pemberontakan, ranjau, genjatan senjata
bersama-sama
menumpahiku,
aku
bersiap meledakkan mata dengan
perasaan
bahagia yang belum pernah sekalipun
diciptakan
oleh dunia
sebab
ketika kau menutup halaman terakhir buku itu,
engkau
berjanji untuk selamanya cuma
mencintai
dirimu sendiri
semarang,
2011
WAKTU DAN ORANG-ORANG YANG MEMELUK
/1/
bagaimana jika dunia kehilangan
waktu?. aku
lemparkan pertanyaan ini jauh ke luar jendela setelah
kalimat-kalimat mereka menemukanku diantara buku-buku, udara kamar,
serta langit hari sabtu yang maha lebar.
ketika namamu mesti aku pilin-pilin dengan sekujur degup rinduku yang gemetar. aku membayangkan setelah ini kita akan saling mencintai seperti kehidupan
kutipan-kutipan mereka yang tahun demi tahun mampu terus bertahan menyelamatkan
diri untuk tidak lekas mati. kutipan
milik orang-orang yang teguh menopang keyakinan bahwasanya langit dan tanah adalah ibu—bapak kandung
yang tidak bisa hidup serumah: betapa tabah dan betah lama berpisah di atas dan
di bawah. aku ingin lekas mengabarimu, menceritakan hujan yang kulihat
dari kamarku. sebagaimana hujan
mengalamatkan surat-surat dari langit kepada tanah, cintaku, semoga basah dan
cerita-cerita ini juga sampai ke kuku jemarimu yang kau warnai dengan cat
merah. amin.
/2/
yang selalu setia dan memiliki
lengan panjang. berbatang-batang lengan yang lentur. yang mampu memeluk—mendinginkan alur. cita-cita
yang bermula dari kawah-kawah milik para leluhur. dengan lengan dan
harapan, waktu yang melaju mereka peluk.
mereka yang menganggap rumah adalah perjalanan itu sendiri. yang membangun inti
jantung—inti hati dengan kejujuran. berharap bisa lebih lama
dan lebih lama lagi tinggal di dalam sana melampaui harapan mereka sendiri.
orang-orang yang sengaja bertahan menjauhkan diri dari riuh rengkuhan telepon
genggam, ipod, koneksi internet dan
hingar bingar televisi. yang menjaga mulut dari perkataan-perkataan dan
maksud berbohong, yang memenjarakan jari-jari dari seluruh keinginan mencuri
atau merusak. yang merasa mesti berkali-kali bersyukur masih diijinkan tuhan
meminjam kayu-kayu, mata air, amis ikan-ikan, dan seluruh buah-buahan yang
dimiliki alam. yang ikhlas menerima siklus panen umbi dan biji-bijian, pasang
dan surut asin air dan gelombang. yang memasrahkan diri kepada kemarau dan
musim hujan. mereka yang mendirikan
rumah kemudian mengikatkan masa lalu di
punggung itu tak kenal lelah terus berjalan menjauh, bermaksud mengantarkan
budi pekerti ke ceruk-ceruk mata kita yang keruh
/3/
dan kebahagian yang seolah-olah
dekat namun terus menarik kaki—tangan kita ke tinggi dan ke tinggi lagi agar
menapak dan memanjat, sampai tak sadar
kita telah menghabiskan nyaris seluruh jatah usia untuk
membuktikan bahwa kita begitu bodoh bersusah payah mengejarnya, ternyata
belum ada apa-apanya dibanding pikiran
telanjang mereka yang begitu apa adanya.
pikiran yang sama sekali tidak mempunyai puncak. pikiran yang cuma putih dasar
belaka. dengan senyuman mereka menggali hari demi hari, perihal sederhana
bagaimana menjadi manusia. membahagiakan diri juga wajah-wajah para tetangga.
aku menuliskan ini ketika orang-orang bertengkar menunjuk diri sendiri paling
benar, ketika yang berbeda dianggap musuh, ketika bayangan milik tubuh
tiba-tiba menjadi alamat paling jauh. aku menulis ini ketika engkau
barangkali sedang tidak percaya dan merasa telah kehilangan dirimu, ketika aku
tersadar bahwa saling mencintai adalah dasar yang mesti pelan-pelan kita gali.
sungguh aku ingin memelukmu, melesakkan yang hilang dan pergi dari dirimu sebagaimana orang-orang itu tabah memeluk waktu: jika engkau mau.
(semarang, desember 2012)
buletin keris adalah buletin yang diterbitkan oleh komunitas kampus, KIAS--IKIP PGRI Semarang.
3 komentar:
Saya membaca YANG HIDUP MENGHADAP MATAMU tiga kali,saya suka puisi mas AFK, kalau berkenan lihat-lihat ya blog amatir dan puisi amatir saya di : lintasankatakata.blogspot.com
terima kasih,sudah membagi puisinya di media maya,mas...
terimakasih bagus burham yang baik, sudah menikmati puisi-puisinya, akan aku kunjungi blogmu, salam
Terima kasih atas terima kasihnya mas...hehe
Posting Komentar