dilihat dari dalam adalah lampu-lampu kota, dilihat dari luar adalah masa lalu kata-kata
ENGKAU MENCUCI BAJU
ENGKAU MENCUCI BAJU
: isteriku
baju-baju itu memilih jatuh dan berendam di sela jemarimu
jari yang selalu membujuk tanggal merah di dadaku,
untuk melupakan sejanak buah-buah yang urung merekah
sebab busung musim tak pernah berubah
ke bening sabun senyummu menggelembung
berupaya tetap mengambang semi menyeimbangkan
batalnya rencana sarapan yang rusak
oleh riak-riak dari tulisan di halaman koran
aku melepas ikan-ikan dari mataku
membiarkan mereka berenang-renang
mengecupi muara insang, bibirmu
baju-bajuku yang betah bepergian
kini kepada licin jarimu pulang sebagai pelayaran
menyerahkan jam kerja yang penuh berisi hari senin
yang meski sibuk bekerja namun
malah menjadikan lambung hatiku bertambah miskin
gambar dari sini
JEDA
JEDA
aku kini mengenalimu sebagai burung-burung
bukan sudut beberapa barang yang rumusnya
kerap hilang dipindahkan bayangan
yang cuma akan menjadi selubang tanya
ketika perihal-perihal memperdebatkanya
burung-burung yang barangkali akan
mengajak serta kesakitan yang telah lama
membuat sarang diparuhnya, di kata yang lancip itu.
yang kerap mematuk dan memetik,
yang kerap membuahkan serta membuihkan
segala lidah pengucapan
apa kau tak ingin, meski bukan sebagai pulang,
hinggap kepadaku: sebatang raungan
sebelum kau membawa kepakmu yang lain,
yang akan pecah di udara
dan menjatuhi bahuku yang telah rata ?
bambar diambil dari sini
aku kini mengenalimu sebagai burung-burung
bukan sudut beberapa barang yang rumusnya
kerap hilang dipindahkan bayangan
yang cuma akan menjadi selubang tanya
ketika perihal-perihal memperdebatkanya
burung-burung yang barangkali akan
mengajak serta kesakitan yang telah lama
membuat sarang diparuhnya, di kata yang lancip itu.
yang kerap mematuk dan memetik,
yang kerap membuahkan serta membuihkan
segala lidah pengucapan
apa kau tak ingin, meski bukan sebagai pulang,
hinggap kepadaku: sebatang raungan
sebelum kau membawa kepakmu yang lain,
yang akan pecah di udara
dan menjatuhi bahuku yang telah rata ?
bambar diambil dari sini
BUKU ANTOLOGI PUISI SAYA YANG KE-3 : Dalam Estuari Sastra
TELAH TERBIT Di Inzpirazone Publisher
Buku : Antologi Puisi Give Spirit For Indonesia
Judul : Dalam Estuari sastra (Tetes Demi Tetes Tinta Untuk Indonesia)
Penulis : Elaine Firdausza, dkk
Penyunting : Emzy Azzam
Desain Sampul : Akhi Dirman Al-Amin
Cetakan 1 : Januari 2011
Tebal : 194 Hvs Luks
Harga : Rp. 45.000
100% Royalti untuk Kemanusiaan
Kata Mereka Tentang Buku ini :
"Yang terasa sekali adalah semangat dalam ekspresi diri para penyair peserta lomba cipta puisi ini. Keindahan kata dan ungkapan, keharuan rasa dan renungan, penggalian makna dan jati diri, masih harus dijalani. Kegiatan lomba ini sudah suatu awal yang baik."
(Taufiq Ismail, Sastrawan Indonesia)
"Buku antologi puisi Give Spirit For Indonesia ini bukan sekedar kumpulan puisi, lebih dari itu buku ini adalah sebuah bentuk empati anak-anak bangsa yang sangat merindukan kebangkitan Ibu Pertiwi dari titik nadir keterpurukan. Harapan-harapan dan do'a yang terangkai dalam rangkaian kata-kata indah memberikan sebuah spirit baru bahwa esok hari kita akan mampu menatap cahaya pagi yang cerah. Tidak berlebihan kalau saya katakan bahwa antologi puisi ini adalah buku motivasi dahsyat nan puitis yang mampu menggugah jiwa pembacanya dan tentu saja buku ini patut mendapatkan apresiasi"
(Miftahur Rahman el-Banjary, MA; penulis buku motivasi QM dan alumni Fak. Bahasa dan Sastra Arab di Arab League University, Cairo-Egypt)
“Antologi puisi ini lahir dari sebuah bentuk kepedulian sekelompok anak bangsa atas keresahan yang dialami oleh negerinya sendiri, yang kian hari kondisinya kian memperhatinkan. Kepedulian mereka curahkan dalam bentuk bait-bait puisi yang menggugah jiwa dengan bahasa yang lugas dan bersahaja, ibarat setetes embun spirit untuk Indonesia lebih baik, sehingga antologi puisi ini perlu dibaca untuk menggugah kembali kepedulian kita pada negeri dan layak untuk diapresiasi setinggi-tingginya.
(Safaruddin, MA; pemerhati sastra Timur Tengah, kandidat Doktor Fak. Sastra & Bahasa Arab di Arab League University, Cairo- Egypt)
"Sebuah tulisan yang bersumberkan dari hati yang dalam. Penuh inspirasi dengan syarat makna sosial. Ditulis dari para penulis muda Indonesia. Semoga dengan adanya kumpulan puisi ini dapat mendongkrak rasa solidaritas bangsa yang akhir-akhir ini mulai hilang. Juga dapat menyelami amanat sebuah musibah yang menimpa bangsa."
(Arif Friyadi, Mantan Ketua FLP Mesir dan Penulis novel Mengapung Bersama Nil)
"Sepanjang tahun 2010, anak negeri ini telah banyak menguras air mata. Bencana, kemiskinan, seakan belum cukup masih ditambah pula ketidakadilan dan hukum yang dilecehkan. Meskipun begitu, usah kita terjebak dalam nestapa. Hapuslah air matamu, Cinta !"
(Pipiet Senja, Novelis Indonesia)
“Masih ada jiwa-jiwa murni yang mau menyampaikan kebenaran rindunya pada keindahan dan kebaikan dan tegaknya nurani. Jadi Indonesia masih ada harapan untuk berjaya di masa depan, asal jiwa-jiwa murni ini bisa berkembang melampaui cakrawala”
(Mustofa W Hasyim, Penyair Indonesia)
“Anda akan menemukan bukan hanya rangkaian kalimat indah dalam kumpulan puisi ini. Tapi anda akan menemukan banyak cinta yang membuat kita tersenyum, karena masih banyak benih-benih kasih sayang yang akan terus tumbuh di atas tanah yang kita cintai dengan
sepenuh do’a ; Indonesia!”
(Akhi Dirman Al-Amin, Novelis Muda Indonesia)
“Sebagian untaian kata adalah sihir,” ujar Nabi. Dan saya menemukan sihir itu di kumpulan puisi ini; sihir bagi negeri yang memang merindukan keajaiban!"
(Salim A. Fillah, Penulis Buku Dalam Dekapan Ukhuwah)
Untuk pemesanan silahkan inbox di FB Inzpirazone Publisher. Dan untuk yg pakai MP silakan PM saya di http://firdausza.multiply.com/ dengan subjek: (GSFI; Dalam Estuari Sastra). Tulis Nama, Alamat dan Jumplah buku GSFI. Nanti akan kami infokan harga buku + ongkos kirim dan nomor rekening untuk transfer.
by: Inzpirazone Publisher
Mengurai tinta, sama saja mengurai segala kenangan tentangmu dan segala kata,
Karena dunia kita sama, penuh dengan sejuta aksara.
Semoga pena dan tinta dapat menjadi kata.
Cinta dapat mengikat makna tanpa harus mengucap nama.
Dalam Estuari Sastra(Tetes demi tetes tin
Buku : Antologi Puisi Give Spirit For Indonesia
Judul : Dalam Estuari sastra (Tetes Demi Tetes Tinta Untuk Indonesia)
Penulis : Elaine Firdausza, dkk
Penyunting : Emzy Azzam
Desain Sampul : Akhi Dirman Al-Amin
Cetakan 1 : Januari 2011
Tebal : 194 Hvs Luks
Harga : Rp. 45.000
100% Royalti untuk Kemanusiaan
Kata Mereka Tentang Buku ini :
"Yang terasa sekali adalah semangat dalam ekspresi diri para penyair peserta lomba cipta puisi ini. Keindahan kata dan ungkapan, keharuan rasa dan renungan, penggalian makna dan jati diri, masih harus dijalani. Kegiatan lomba ini sudah suatu awal yang baik."
(Taufiq Ismail, Sastrawan Indonesia)
"Buku antologi puisi Give Spirit For Indonesia ini bukan sekedar kumpulan puisi, lebih dari itu buku ini adalah sebuah bentuk empati anak-anak bangsa yang sangat merindukan kebangkitan Ibu Pertiwi dari titik nadir keterpurukan. Harapan-harapan dan do'a yang terangkai dalam rangkaian kata-kata indah memberikan sebuah spirit baru bahwa esok hari kita akan mampu menatap cahaya pagi yang cerah. Tidak berlebihan kalau saya katakan bahwa antologi puisi ini adalah buku motivasi dahsyat nan puitis yang mampu menggugah jiwa pembacanya dan tentu saja buku ini patut mendapatkan apresiasi"
(Miftahur Rahman el-Banjary, MA; penulis buku motivasi QM dan alumni Fak. Bahasa dan Sastra Arab di Arab League University, Cairo-Egypt)
“Antologi puisi ini lahir dari sebuah bentuk kepedulian sekelompok anak bangsa atas keresahan yang dialami oleh negerinya sendiri, yang kian hari kondisinya kian memperhatinkan. Kepedulian mereka curahkan dalam bentuk bait-bait puisi yang menggugah jiwa dengan bahasa yang lugas dan bersahaja, ibarat setetes embun spirit untuk Indonesia lebih baik, sehingga antologi puisi ini perlu dibaca untuk menggugah kembali kepedulian kita pada negeri dan layak untuk diapresiasi setinggi-tingginya.
(Safaruddin, MA; pemerhati sastra Timur Tengah, kandidat Doktor Fak. Sastra & Bahasa Arab di Arab League University, Cairo- Egypt)
"Sebuah tulisan yang bersumberkan dari hati yang dalam. Penuh inspirasi dengan syarat makna sosial. Ditulis dari para penulis muda Indonesia. Semoga dengan adanya kumpulan puisi ini dapat mendongkrak rasa solidaritas bangsa yang akhir-akhir ini mulai hilang. Juga dapat menyelami amanat sebuah musibah yang menimpa bangsa."
(Arif Friyadi, Mantan Ketua FLP Mesir dan Penulis novel Mengapung Bersama Nil)
"Sepanjang tahun 2010, anak negeri ini telah banyak menguras air mata. Bencana, kemiskinan, seakan belum cukup masih ditambah pula ketidakadilan dan hukum yang dilecehkan. Meskipun begitu, usah kita terjebak dalam nestapa. Hapuslah air matamu, Cinta !"
(Pipiet Senja, Novelis Indonesia)
“Masih ada jiwa-jiwa murni yang mau menyampaikan kebenaran rindunya pada keindahan dan kebaikan dan tegaknya nurani. Jadi Indonesia masih ada harapan untuk berjaya di masa depan, asal jiwa-jiwa murni ini bisa berkembang melampaui cakrawala”
(Mustofa W Hasyim, Penyair Indonesia)
“Anda akan menemukan bukan hanya rangkaian kalimat indah dalam kumpulan puisi ini. Tapi anda akan menemukan banyak cinta yang membuat kita tersenyum, karena masih banyak benih-benih kasih sayang yang akan terus tumbuh di atas tanah yang kita cintai dengan
sepenuh do’a ; Indonesia!”
(Akhi Dirman Al-Amin, Novelis Muda Indonesia)
“Sebagian untaian kata adalah sihir,” ujar Nabi. Dan saya menemukan sihir itu di kumpulan puisi ini; sihir bagi negeri yang memang merindukan keajaiban!"
(Salim A. Fillah, Penulis Buku Dalam Dekapan Ukhuwah)
Untuk pemesanan silahkan inbox di FB Inzpirazone Publisher. Dan untuk yg pakai MP silakan PM saya di http://firdausza.multiply.com/ dengan subjek: (GSFI; Dalam Estuari Sastra). Tulis Nama, Alamat dan Jumplah buku GSFI. Nanti akan kami infokan harga buku + ongkos kirim dan nomor rekening untuk transfer.
by: Inzpirazone Publisher
Mengurai tinta, sama saja mengurai segala kenangan tentangmu dan segala kata,
Karena dunia kita sama, penuh dengan sejuta aksara.
Semoga pena dan tinta dapat menjadi kata.
Cinta dapat mengikat makna tanpa harus mengucap nama.
Dalam Estuari Sastra(Tetes demi tetes tin
LAMPION KEMBAR
[1]
kami pada akhirnya hidup untuk saling mencerminkan, mendekatkan nyala retak di kejauhan sekarib kawan, seintim perkawinan, kemudian menetaskan umur berlumpur yang tumbuh samar bersebab terhalang jurang bayangan sumur. tempat engkau menimba keruh air mata, tempat kaki dada memanjat-manjat tangga diantara licin asap hio sua.
[2]
kami sering melihat deret gigi mereka sehitam kuaci, biji-biji yang terusir dari sekelopak bunga matahari, memperkarakan nasib serta nasab tanggal lahir koh akiang, yang berkeras di ujung gang menjual ca kwe padahal bershio babi, memperkirakan jendela dekat perigi di rumahnya sungguh melawan feng shui, sungguh kami tak tahu menahu, ia bertahan untuk tetap meyakini bahwa tahun-tahun telah dijatuhkan tuhan dengan penuh perhitungan.
[3]
kami berbantahan dengan telinga sendiri, setelah mencuri dengar, bagaimana cara membuat gambar naga yang tertidur di meja giok ini lebih bergembira, lantas kami menyalin doa-doa mereka, mengipasi arang tepat dibawah mangkuk tembaga berisi kuah lo mi, ca kangkung, dan bebek goreng mentega. mengundang tiap rencana yang telah kami pilih sebagai saudara. berharap musim hujan mampu membujuk naga meluruskan lidah apinya, yang tiap malam ketika ia tidur berbelok, menceruat memanggang mata, mati mata kami.
[4]
pohon itu, si pohon angpau, yang selalu menarik-narik kerah baju ketika kami asyik mengunyah kalimat asin di rantau, terlalu banyak garam yang mesti kami dulang, duhai moyang. maka ketika lilin itu nyala bersama rentet petasan, kami berlari ke laut, tempat kami pertama kali meminjam rasa takut. kami tak sempat menjenguk, perih mata saudara yang mengabukan nama-nama kami di dalam guci, sungguh pantai dada kami telah banyak tercuri.
- kampung layur, 29 Januari 2011 -
gambar dari sini
Langganan:
Postingan (Atom)