gantungan kunci berbentuk kepala Pinokio.
pak, orang-orang tak pernah mau percaya.
saat kuceritakan bahwa aku anakmu.
mereka bilang,
aku cuma kutukan yang dikirim
oleh kayu-kayu dari hutan.
benarkah begitu pak ?
aku sedih.
kadang aku menangis didepan cermin.
kenapa,
kenapa anak seusiaku yang lain memiliki ingatan
sementara aku dicukupkan mengetahui masa silam
dari kebohongan.
pak,
lihat.
lihat dan perhatikan hidung panjangku.
yang mampu menyerap debu-debu.
yang mampumengungkap bahasa para peri labu.
kian panjang.
tak tuk tak tuk tak tuk.
kau kah itu yang menatal hidungku ,
kebohongan dan kejujuran kini
bergantung pada bunyi palu.
patahan lipstik.
bibirmu selalu resep yang kurang.
tak pernah sesuai takaran.
aku menjadi dapur disana.
memanggang apa apa yang bisa membantu bibirmu,
berasap sehangat dulu.
kertas kubakar.
plastik kubakar.
kayu kubakar.
bukan.
ini buakan acara kremasi.
atau pengkhianatan api pada sri rama,
saat ia ingin membakar shinta dengan curiga.
cuma rasa berkabung.
cuma keinginan ejakulasi yang selalu dibendung.
kadang kegagalan seringkali
menghadirkan posisi tawar menawar.
sengit.
pahit.
aku teriak.
kau membentak.
berlomba mengajak mulut mengumbar
semua suara dari pasar.
bersama mengajak lidah
menelan barang pecah belah.
*gambar dari sini
Peniti
:kepada baju
menjalani ikatan denganmu, kekasihku.
adalah gelombang acak emosi.
hingga aku menjadi kening anak kecil
yang butuh obat penurun demam.
kadang aku hilang percaya diri,
maklum, aku pipih meski terlahir sebagai besi.
terus terang, aku termakan bisikan
orang orang di jalan.
mereka berujar,
peran utama lebih bisa dikenang
daripada peran pengganti.
oh, kancing kancingmu itu.
yang berwarna beludru.
yang menghisap perasaan cemburu
dari kepalaku.
tapi katamu,
tak perlu berteriak pada sutradara.
tak perlu memperparah perbandingan
dengan barang substitusi
apalagi ukuran.
aku, bisikmu lagi.
masih lekat begini, karena engkau mau.
tapi,
sampai kapan ?
kusimpan rasa gamang dalam rapat jahitan,
kekasihku,....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar