Cerpen Copas : Cinta bersyarat

Tinggal selangkah lagi Ayunia akan menikah. Yaitu mengenalkan Salman pada orangtuanya. Ia yakin orangtuanya akan setuju dengan pilihan hidupnya ini. Salman baik, sopan, dan tentu sudah bekerja meskipun hanya pegawai biasa disebuah perusahaan. Tak masalah, toch Ayunia juga bekerja. Jadi sedikit bisa menyelesaikan masalah ekonomi dalam keluarga. Tampan? Tentu saja Salman tampan. Tapi tak begitu pentinglah. Bukankah ketika cinta sudah begitu erat apapun jadi tak lebih penting daripada bisa bersama tiap waktu? bisa saling menatap kapanpun kita ingin?
Ayunia sudah membayangkan saat saat bahagia itu. Saat dimana pelukan, ciuman, menatap mesra bukanlah hal yang tabu lagi.

Hari ini Ayunia akan memperkenalkan Salman pada keluarganya. Ia tak sabar lagi. Pasti mama dan papanya akan mengangguk dan segera menetapkan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahannya. Karna selama ini apapun yang dimintanya, tak pernah satupun yang diabaikan oleh orangtuanya.

" Ayunia, mana calon menantu mama yang ingin kamu perkenalkan itu? "

" sabarlah ma, sebentar lagi pasti dia datang kok "

" papa mana sih ma? "

" dibelakang, nyiram tanaman bunganya "

Suara bel menghentikan pembicaraan mereka.

" itu pasti Salman ma, mama tunggu disini ya, biar Nia bukakan pintu dulu."

Ayunia segera berdiri hendak membuka pintu, sebelum mbok Pah pembantu mereka tergopoh gopoh akan membukakan pintu juga.

" Sore Nia, belum terlambat kan? "

" masuk yuk, mama papa udah nanyain kamu terus tuh. "

Ketika masuk, mama Nia masih duduk sambil membaca koran. Salman menyapa dan sedikit berbasa basi sebentar. Mamanya minta izin sebentar untuk membuat minuman dan memanggil suaminya.

" Sore om ! "
" sore juga. Kamu Salman kan ? "
" benar om "
" Nia sudah banyak cerita tentang kamu. Kamu cuma karyawan biasa, lalu pekerjaan orang tua kamu apa? "
" petani om, orangtua saya tinggal didesa "
" Nia! Jadi ini pilihan kamu? Karyawan dan cuma anak petani ? "
" papa! "

Ayunia dan Salman terkejut bukan main mendengar segalam macam tanya papanya. Ini tak seperti yang mereka harapkan. Dari awal pertemuan mereka, papanya memang menampakkan wajah tak suka tapi diam saja. Bahkan ketika ia menceritakan semua tentang Salman, papanya juga diam . Dan pikir Nia diam berarti setuju. Tapi hari ini, didepan orang yang teramat dicintainya, papa membuat kejutan yang amat menyakitkan. Papa mempermalukannya, bahkan didepan calon suaminya.

Merah padam muka Salman mendapat sambutan seperti ini. Antara malu, marah dan terhina bercampur aduk membuat dadanya turun naik demikian cepat. Ayunia selalu mengatakan bahwa keluarganya pasti akan menyetujui hubungan mereka.

" papa! tak perlu bersikap seperti itu, kita bisa bicarakan ini baik baik "

" Papa tak mau terima kalau anak gadis papa satu satunya memilih suami yang orang biasa, sementara kamu Nia adalah pewaris tunggal keluarga Brotowijoyo. "

" tapi Nia cinta Salman dan tak ada syarat apapun untuk cinta Nia "

" papa tidak setuju apapun alasannya . "

" maaf om, kalau kehadiran saya tak diinginkan, saya pamit Nia. "

" Salman jangan pergi "

Salman sudah tak kuat lagi mendengar semua hinaan itu. Ia memang cuma karyawan juga anak petani. Tapi ia manusia biasa juga punya cita cita, punya mimpi dan ia juga merasa sanggup menafkahi dan membahagiakan Ayunia. Ia tak tahu harus berbuat apa. Pasrah atau terus berjuang mendapatkan cinta Ayunia meski mungkin tak mendapat restu. Tapi kali ini satu hal yang ingin dilakukannya adalah lari sejauh jauhnya dari rumah itu.

........

cerpen diambil dari sini

=============================================



cerpen diatas adalah hasil kerajinan tangan Arimbikecil, dan setelah kemarin sempat seminggu full kami berada satu atap, akhirnya saya berkeinginan menyambungnya, dengan harapan ia ngga patah semangat saat mengalami blockwriting kayak gini. kata Arimbikecil cerita ini sudah mentok, ia sudah kehabisan ide.

Tidak ada komentar: