Masuk saja dulu, masuk ke paru paruku yang berwarna lampu.
Terbiasalah berdandan di sana agar lengkung alismu kilau,
Dan aku adalah kedut yang pingin melihat apa jadinya sebentuk rupa
yang berias tanpa kaca.
Mungkin engkau rasa marah yang dikirim perempatan,
Untuk membangun keramaian kota di dasar lambungku.
Terus menerus memasukkan bising demi bising,
aku tegak di seberang jalan yang lain,
melihat bagaimana dendammu menjalar
dan mengukur panjang kelingkingku,
seperti umbi yang tumbuh dari sepsang sepatu.
berserabut rumit tapi ingin selalu kubaca.
lihatlah senja di mulutku tak mau henti mengeluarkan dongeng naga
yang acap membawa petaka.
Menakuti mimpi masa kecil.
Dengan bola-bola api.
Aku kau asyik bercinta di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar