Saya pulang bu, menemui kamu. menemui rumah. dan ternyata menjadi teledor adalah misi yang memang sudah diincar waktu. aneh, ketika saya lupa letak makam kamu, bu. saya berdoa panjang petang itu. nyaris tanpa amin dan menutup muka. membiarkan banyak hal mengalir dari mata dan dada saya. saya jadi nerveus. atau jangan jangan kamu sudah menuduh saya si anu yang tak tahu berterimakasih. aduh, malin benar saya kalau begitu. meski ketidakhadiran kerap bisa menghapus banyak hal dari ingatan, tapi, ah tapi bu, cuaca rumah tetap tak banyak berubah. cuma perabotannya saja yang kadang berganti, ruang tamu yang digabung jadi ruang keluarga, kamar mandi yang diganti lubang kakusnya, selimut kenang-kenangan milik kamu sudah berubah warna terlalu sering dicuci sama adik. seharian di waktu lebaran, saya memikirkan kamu. tiba-tiba kamu pandai membelah diri. di tembok dilantai di meja televisi di dekat vas bunga plastik. saya kangen dan tiba-tiba jadi sebegitu cengengnya. saya mesti sungkem dengan cara bagaimana, saya sudah berkali-kali meminta maaf dalam hati. kok dingin. kok ada yang mengeras. saya banyak minum dan merokok. sulut lagi. minum lagi. ayah membangun percakapan. adik membangun percakapan. kata mereka semestinya makam kamu ditulisi saja. agar yang pergi terlalu lama tidak tersesat ke makam orang lain.
- maafkan saya ya bu (tuuuh kan lagi-lagi kamu mengangguk) - Love and hugs.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar