ENGKAU MENCUCI BAJU


ENGKAU MENCUCI BAJU
: isteriku

baju-baju itu memilih jatuh dan berendam di sela jemarimu
jari yang selalu membujuk tanggal merah di dadaku,
untuk melupakan sejanak buah-buah yang urung merekah
sebab busung musim tak pernah berubah

ke bening sabun senyummu menggelembung
berupaya tetap mengambang semi menyeimbangkan
batalnya rencana sarapan yang rusak
oleh riak-riak dari tulisan di halaman koran

aku melepas ikan-ikan dari mataku
membiarkan mereka berenang-renang
mengecupi muara insang, bibirmu

baju-bajuku yang betah bepergian
kini kepada licin jarimu pulang sebagai pelayaran
menyerahkan jam kerja yang penuh berisi hari senin
yang meski sibuk bekerja namun
malah menjadikan lambung hatiku bertambah miskin


gambar dari sini

JEDA

JEDA

aku  kini  mengenalimu  sebagai burung-burung
bukan  sudut  beberapa  barang  yang rumusnya
kerap  hilang  dipindahkan  bayangan
yang  cuma  akan  menjadi  selubang  tanya
ketika  perihal-perihal  memperdebatkanya


burung-burung  yang  barangkali  akan
mengajak  serta  kesakitan  yang  telah  lama
membuat  sarang  diparuhnya, di kata yang lancip itu.
yang  kerap  mematuk  dan  memetik,
yang  kerap membuahkan  serta  membuihkan
segala  lidah pengucapan


apa  kau  tak  ingin, meski  bukan  sebagai  pulang,
hinggap  kepadaku: sebatang  raungan
sebelum  kau membawa  kepakmu  yang  lain,
yang  akan   pecah  di udara
dan menjatuhi  bahuku yang  telah  rata ?


bambar  diambil  dari sini


BUKU ANTOLOGI PUISI SAYA YANG KE-3 : Dalam Estuari Sastra

TELAH TERBIT Di Inzpirazone Publisher

Buku : Antologi Puisi Give Spirit For Indonesia
Judul : Dalam Estuari sastra (Tetes Demi Tetes Tinta Untuk Indonesia)
Penulis : Elaine Firdausza, dkk
Penyunting : Emzy Azzam
Desain Sampul : Akhi Dirman Al-Amin

Cetakan 1 : Januari 2011
Tebal : 194 Hvs Luks
Harga : Rp. 45.000
100% Royalti untuk Kemanusiaan


Kata Mereka Tentang Buku ini :

"Yang terasa sekali adalah semangat dalam ekspresi diri para penyair peserta lomba cipta puisi ini. Keindahan kata dan ungkapan, keharuan rasa dan renungan, penggalian makna dan jati diri, masih harus dijalani. Kegiatan lomba ini sudah suatu awal yang baik."
(Taufiq Ismail, Sastrawan Indonesia)

"Buku antologi puisi Give Spirit For Indonesia ini bukan sekedar kumpulan puisi, lebih dari itu buku ini adalah sebuah bentuk empati anak-anak bangsa yang sangat merindukan kebangkitan Ibu Pertiwi dari titik nadir keterpurukan. Harapan-harapan dan do'a yang terangkai dalam rangkaian kata-kata indah memberikan sebuah spirit baru bahwa esok hari kita akan mampu menatap cahaya pagi yang cerah. Tidak berlebihan kalau saya katakan bahwa antologi puisi ini adalah buku motivasi dahsyat nan puitis yang mampu menggugah jiwa pembacanya dan tentu saja buku ini patut mendapatkan apresiasi"
(Miftahur Rahman el-Banjary, MA; penulis buku motivasi QM dan alumni Fak. Bahasa dan Sastra Arab di Arab League University, Cairo-Egypt)

“Antologi puisi ini lahir dari sebuah bentuk kepedulian sekelompok anak bangsa atas keresahan yang dialami oleh negerinya sendiri, yang kian hari kondisinya kian memperhatinkan. Kepedulian mereka curahkan dalam bentuk bait-bait puisi yang menggugah jiwa dengan bahasa yang lugas dan bersahaja, ibarat setetes embun spirit untuk Indonesia lebih baik, sehingga antologi puisi ini perlu dibaca untuk menggugah kembali kepedulian kita pada negeri dan layak untuk diapresiasi setinggi-tingginya.
(Safaruddin, MA; pemerhati sastra Timur Tengah, kandidat Doktor Fak. Sastra & Bahasa Arab di Arab League University, Cairo- Egypt)

"Sebuah tulisan yang bersumberkan dari hati yang dalam. Penuh inspirasi dengan syarat makna sosial. Ditulis dari para penulis muda Indonesia. Semoga dengan adanya kumpulan puisi ini dapat mendongkrak rasa solidaritas bangsa yang akhir-akhir ini mulai hilang. Juga dapat menyelami amanat sebuah musibah yang menimpa bangsa."
(Arif Friyadi, Mantan Ketua FLP Mesir dan Penulis novel Mengapung Bersama Nil)

"Sepanjang tahun 2010, anak negeri ini telah banyak menguras air mata. Bencana, kemiskinan, seakan belum cukup masih ditambah pula ketidakadilan dan hukum yang dilecehkan. Meskipun begitu, usah kita terjebak dalam nestapa. Hapuslah air matamu, Cinta !"
(Pipiet Senja, Novelis Indonesia)

“Masih ada jiwa-jiwa murni yang mau menyampaikan kebenaran rindunya pada keindahan dan kebaikan dan tegaknya nurani. Jadi Indonesia masih ada harapan untuk berjaya di masa depan, asal jiwa-jiwa murni ini bisa berkembang melampaui cakrawala”
(Mustofa W Hasyim, Penyair Indonesia)

“Anda akan menemukan bukan hanya rangkaian kalimat indah dalam kumpulan puisi ini. Tapi anda akan menemukan banyak cinta yang membuat kita tersenyum, karena masih banyak benih-benih kasih sayang yang akan terus tumbuh di atas tanah yang kita cintai dengan
sepenuh do’a ; Indonesia!”
(Akhi Dirman Al-Amin, Novelis Muda Indonesia)

“Sebagian untaian kata adalah sihir,” ujar Nabi. Dan saya menemukan sihir itu di kumpulan puisi ini; sihir bagi negeri yang memang merindukan keajaiban!"
(Salim A. Fillah, Penulis Buku Dalam Dekapan Ukhuwah)

Untuk pemesanan silahkan inbox di FB Inzpirazone Publisher. Dan untuk yg pakai MP silakan PM saya di http://firdausza.multiply.com/ dengan subjek: (GSFI; Dalam Estuari Sastra). Tulis Nama, Alamat dan Jumplah buku GSFI. Nanti akan kami infokan harga buku + ongkos kirim dan nomor rekening untuk transfer.

by: Inzpirazone Publisher



Mengurai tinta, sama saja mengurai segala kenangan tentangmu dan segala kata,
Karena dunia kita sama, penuh dengan sejuta aksara.

Semoga pena dan tinta dapat menjadi kata.
Cinta dapat mengikat makna tanpa harus mengucap nama.
Dalam Estuari Sastra(Tetes demi tetes tin

LAMPION KEMBAR



[1]
kami  pada akhirnya hidup  untuk  saling  mencerminkan, mendekatkan  nyala  retak di kejauhan  sekarib  kawan, seintim  perkawinan,  kemudian  menetaskan  umur  berlumpur yang  tumbuh  samar  bersebab  terhalang  jurang bayangan sumur.  tempat  engkau  menimba  keruh air mata, tempat kaki  dada  memanjat-manjat   tangga diantara licin  asap hio sua.

[2]
kami  sering  melihat  deret  gigi mereka  sehitam  kuaci, biji-biji  yang  terusir  dari  sekelopak  bunga  matahari, memperkarakan  nasib serta  nasab tanggal  lahir  koh  akiang,  yang berkeras  di ujung  gang  menjual  ca kwe padahal  bershio  babi, memperkirakan  jendela dekat  perigi  di rumahnya  sungguh melawan  feng shui, sungguh  kami  tak  tahu  menahu, ia  bertahan  untuk  tetap  meyakini bahwa  tahun-tahun telah  dijatuhkan  tuhan  dengan  penuh  perhitungan.

[3]
kami berbantahan dengan  telinga  sendiri, setelah  mencuri  dengar, bagaimana cara  membuat  gambar  naga yang  tertidur  di meja  giok ini lebih  bergembira,  lantas  kami  menyalin  doa-doa mereka, mengipasi  arang  tepat  dibawah  mangkuk  tembaga  berisi  kuah  lo mi, ca  kangkung, dan  bebek goreng mentega. mengundang   tiap  rencana yang  telah  kami  pilih  sebagai  saudara. berharap  musim  hujan  mampu membujuk  naga  meluruskan  lidah  apinya,  yang  tiap malam ketika  ia  tidur  berbelok, menceruat memanggang  mata, mati mata kami.

[4]
pohon  itu, si pohon  angpau, yang  selalu  menarik-narik  kerah baju   ketika kami asyik mengunyah  kalimat  asin di rantau, terlalu  banyak  garam  yang  mesti  kami dulang, duhai moyang. maka  ketika lilin  itu  nyala bersama  rentet  petasan, kami  berlari  ke laut, tempat  kami pertama  kali  meminjam  rasa  takut. kami  tak  sempat  menjenguk, perih mata  saudara  yang  mengabukan  nama-nama  kami di dalam  guci, sungguh  pantai  dada kami  telah  banyak  tercuri.


- kampung layur, 29 Januari 2011 -



gambar  dari  sini