MANISAN DALAM STOPLES

MANISAN DALAM STOPLES

barangkali kau yang semasak buah sirsak, berbiji surat-surat dan alamat. sungguh tangguh dirimu menyembunyikan sebongkah pahit, yang tak kunjung menyerpih seserpihpun meski telah kupahat-pahat . tak kudengar kau menjerit.

berhala berlarian, seolah baru saja bertemu dengan tuhan,saat kugantungkan telapak kapakku dilehermu, tebing leher yang lacur bagi kesalahanku, membuatkan selebar ranjang, pernah kantukku disitu terpaksa bermalam, sebab penginapan lain penuh dihuni musim hujan.

suatu kali tanpa sengaja kutemukan kau, setelah aku bertahan selama bertahun-tahun untuk tak mengejarmu, bayangan lidahku yang diuputus temaram, aku menyaksikanmu di sebuah toko oleh-oleh dan manisan, kau membawa kecurangan, di senyummu tak tertera tanggal bepergian, jalan baru, dan balas dendam yang berhasrat ingin kau impaskan, nama kadaluarsa.siapa kiranya yang alpa mencantumkannya dalam kemasan luarnya ?

kau pergi lagi, bersama petikan lagu-lagu, dijinjing tamasya demi tamasya,, hari libur kian bertambah lebar dan subur, mengabarkan bermacam kesedihan jam yang terus bekerja,dan acap memprotes upahnya tak sesuai. aku melihatmu,dalam stoples bening, dengan mataku yang makin dipenuhi sisa usia dan benang yang tak henti berbantah-bantahan. hingga apa yang kusaksikan terlihat lebih murung dan miring. tiba-tiba kau tergilincir dan jatuh. semoga ini cuma kesalahan mataku yang gaduh.

kampung layur, desember 2010



gambar diambil dari sini

GAMBAR MAINAN TOKO YANG TIBA-TIBA MENJADI PENTING MALAM INI

GAMBAR MAINAN TOKO YANG TIBA-TIBA MENJADI PENTING MALAM INI

Barbie
ia pinjam gaun ibunya, gaun berisi pesta-pesta tua,
gaun penuh sulaman lamun
yang telah menidurkan para lelaki kehilangan seperangkat kelamin,
di sebelah gudang penyimpan tong-tong anggur berumur.
aih, lama nian pita itu
menjelma hiasan di dada yang hancur,

seseorang telah mematahkan
tangkai jantungnya yang pipih, hingga darah,
yang menetap di gelembung kantungnya,
menjadi lebih putih dan berbuih.
setelah tahu begitu, janji baginya
adalah jarak yang mudah terhapus,
oleh tujuan seringkih kapur barus.

tahun dan tuhan bersamaan menyublimkan, kenyataan.
katanya.

Pinokio
dibawanya gergaji bergigi tajam,
tiap kali ia akan bermain kearah hutan.
berjaga-jaga, demi lubang-lubang hitam
yang telah menumbangkan
sebuah pohon ketapang, bakal dirinya.

ia ingin berhenti menanggung malu
menerima ejekan, kata orang-orang,
tanduk hidungnya selalu tumbuh
lebih panjang dari kebohongan.

maka ia lupakan petuah ayah,
julur lidah yang tiap subuh
mengeluarkan getah
; nak, rajin-rajinlah ke sekolah.

ia tampak semakin bodoh,kini.
seorang diri di sesungging tepian,
menggergaji batang hidung sendiri.

Peterpan
: untuk wendy

sering kau masukkan masa depan itu,
ke dalam tungku telingaku.
yang lama berkobar-kobar.
memanggang panggung bermacam bebunyi,
laut keinginan dan mahir kutukan.

akhirnya kecupmu yang lunak
meninggalkan panjang jeritan tukak,
yang menukik nukik, tunduk menyembah kesembuhan,
rumah perjalanan.

aku, bintang kecil
yang mulanya terbang riang
lantas terbanting ke daratan.
memahami lamat bayang gerak tangan,



gambar diambil dari sini

PENYAKIT PENYAKIT YANG MEREKA DUGA TELAH MENJANGKITI SAJAKKU

PENYAKIT PENYAKIT YANG MEREKA DUGA TELAH MENJANGKITI SAJAKKU

1
mereka menduganya sebagai pedofilia
ketika sajakku berhasrat untuk
selalu mengecupkan rasa manis yang gigil,
di selembar ayunan keyakinan
berkelopak mungil.

hari-hari menjadi lebih purba,
dari usia makna yang pernah dikecap biji biji kata ,
tumbuh dan bertambah,
oleh kehilangan tak tercegah.
kehilangan yang datang berulang
sekencang baling-baling.
patuh kipas angin.

sajakku, senyum-senyum lentik,
riang menyembah kesedihan,
tak pernah habis dikunyah geraham.
setelah tanggal ngilu gigi susu.
masa kanak tanpa baju.

2 oedipus kompleks

mereka duga, sungguh, ia,
sajakku : mencintainya,

bertahun tahun seusai nama penyakit ini
dibuat untuk melakukan perjalanan
jauh mencari obat.
ke kematian paling barat.

ia mencintamu,ibu,
sepedih alam mencintai durga,
hingga rela menyediakan punggung
dihantam gunung.
katanya demi rahim yang bersusah
mengandung ceruk perasan
luap santunmu yang santan.

ibu yang maha iba, diam diam,
semenjak yang melengkapi itu pergi,
ia tiba-tiba menjadi perihal durhaka,
memindahkan surga demi surga
dari telapak kakimu ke telinganya sendiri.

agar ia bisa jatuh cinta kepada surga tiap hari !



3

apakah memang benar ini adanya,
ketika tubuh sajakku telanjang,
menanggalkan warna-warna baju
dari kalimat ganjil dan lucu,
sajakku girang dalam telentang.

lantas mereka bilang,
tentang sebuah penyakit,
yang pengucapanya sedemikian rumit

: ek-se-bi-si-o-nis.



gambar diambil dari sini

BERSAMA 49 PUISI LAIN, PUISI SAYA AKHIRNYA TERBIT JUGA DALAM ANTOLOGI PUISI KASIH : TANAH AIR DAN UDARA YANG DI TERBITKAN HASFA PUBLISHER

MAHAR SEORANG LELAKI DI POS PENGUNGSI
: pengantinku

pesta akan segera berangkat, diarak iringan pelayat
membawa sepasang wajah kita yang sungsang ,
mendidih dan matang,
mengembunkan sungging kesakitan.

di meja kaca yang tak berisi satupun undangan milik tamu,
aku melamunkan engkau, dalam bencana yang begitu tangguh,
hingga sulit bagi upayaku sekedar membantah.
meski telah kuminum peluh.

maka, demi panas dan abu yang tertangkap,
di alamatmu yang dulu beratap,
kita akan bangun suar dari biji pasir.
menyiarkan rasa berkabung,
yang selahar demi selahar,
menjauhi pagar milik leluhur.
tempat berkubang kaki ternak dan lumpur.

derajat ini, telah mengusir suhu tubuhmu, mirat beningku,



nb : SELAMAT YA !
menjadi tenda pengungsi,
yang bahkan, kini tak hapal wajah sendiri.
maharku, seperangkat kepedihan ini,
yang tak pernah orang-orang amini.
akhirnya lengkap mengecup airmatamu.

BEBERAPA PUISI SAYA UNTUK HASFA PUBLISHING



MAHAR SEORANG LELAKI DI POS PENGUNGSI

: pengantinku

pesta akan segera berangkat, diarak iringan pelayat
membawa sepasang wajah kita yang sungsang ,
mendidih dan matang,
mengembunkan sungging kesakitan.

di meja kaca yang tak berisi satupun undangan milik tamu,
aku melamunkan engkau, dalam bencana yang begitu tangguh,
hingga sulit bagi upayaku sekedar membantah.
meski telah kuminum peluh.

maka, demi panas dan abu yang tertangkap,
di alamatmu yang dulu beratap,
kita akan bangun suar dari biji pasir.
menyiarkan rasa berkabung,
yang selahar demi selahar,
menjauhi pagar milik leluhur.
tempat berkubang kaki ternak dan lumpur.

derajat ini, telah mengusir suhu tubuhmu, mirat beningku,
menjadi tenda pengungsi,
yang bahkan, kini tak hapal wajah sendiri.
maharku, seperangkat kepedihan ini,
yang tak pernah orang-orang amini.
akhirnya lengkap mengecup airmatamu.


DALAM SEBUAH TAS PUNGGUNG TERGELETAK YANG DITINGGALKAN PEMILIKNYA


pensil

akhirnya oleh buku gambar,
aku dipatahkan, bersebab baginya aku tak patuh,
tak mau mengucap biru,
yang terlumat bara,
tergelincir ke kening gunung,
seusai sejarah dijajah tangan ahli tenung.
menjadi lebih tebal dan murung.

sementara yang lubang dadaku bisa,
adalah menyimpan arsiran rahasia,
abu-abu sisa pembakaran, sisa letupan.
aku belum sempat mencatat ,
nama-nama yang sembunyi di kantung mayat.
aku sudah patah.

penggaris plastik

apa yang bisa kuceritakan,
agar engkau percaya,
pada sepuluh kilometer ini,
selain jarak yang mengelupas,
keinginan untuk berkembang biak dengan baik,
itupun akhirnya tandas.

botol minum

kujaga, rasa haus yang timbul tiap kali,
kau lewati sungai ini.
perjalanan katamu,
telah menumpahkan jam-jam,
yang terus berenang, mencari kedalaman.

aku tahu, jam di tubuhmu mungkin sudah mati,
terpanggang bumi.
tapi masih saja kudengar, sedu.
merengek-rengek padaku agar mengalirkan sesuatu.

penghapus kita

seperti sedang berbicara kepada ucapan yang lenggang,
betapa buas panas yang lahir dari abu-abu ini.
mungkinkah, salah satu penggalan kalimat itu jejakmu,
yang tanpa alasan jelas ditanggalkan sepasang sepatu.
kali ini aku cuma bisa menghapus,
hujan mata yang kadung jatuh ke tandus.


SUARA TUHAN DALAM GELAS

aku mendengar suara Tuhan dalam gelas yang tandas.
Ia masih maha menabung lenggang lengking doa kita,
yang lama bersabar diatas tangan hangus,

sebentar lagi, kataNya ;

mungkin Ia ingin agar kita lebih berdebar.
menebak-nebak kabar
yang datang dengan kaki memar.