jangan disini

berawal dari sini
saat kau merasa sungguh asing dan mati matian mencari sebabnya


lalu pelan kedukaan itu menggerusmu
mengilangkan tiap bayangan dari benda yang dilaluinya
menyeruput tiap percakapan rahasia dari semua benda
dan kau terpincang setengah berlari


ayo !
aku meneriakimu
menggamit lengan resahmu agar tak pernah berkenalan dulu dengan apa itu jeda.
jangan menepi , aku mohon


meskipun disitu tersedia bangku
meskipun disitu ada kesempatan untuk mengadu
meskipun disitu menggoda luka untuk asyik berkaca.
jangan, sesekali jangan.
karena, karena ah,
ketiadaberdayaan seringkali menipu.


tetaplah tegak dan bergerak di badaimu
ya, ini aku juga sedang mencari pusaranya
menciptakan sejuta gerimis puisi
terlis yang akan menjagamu untuk sementara

karena nanti yang akan mengendap adalah
baris baris kata pembungkus airmata
serta alenia yang menggiring serupa gembala , menemanimu belajar
membaca
berjalan
berlari
jatuh
bangun
jatuh
bangun lagi
menempa luas savana.


di tempat itulah selayaknya kau menjelma
karena disitu masih tersisa
aku
dia
kami
kita
mereka
serta siapa saja yang masih peduli dengan kotak nama

selama masih kuat tertanam
aku
kau
dia
kami
kita
mereka
serta tiap benda yang masih setia bersimpuh untuk mengecup doa

tunggu,
jangan menyerah dulu, aku mohon

(PR) Ngabuburit

wah, apa ya yang terlintas pas denger kata ngaburibut, eh, ngabuburit. soalnya emang tiap Ramadhan selalu begini, bukanya menjemukan sih,tapi ceritanya monoton banget , garing. mending sekarang ini, dah rada insyap, dah ngerasa umur tambah matur. lha dulu emang pegimane? ye jangan di tanye he, dulu dulu malah lebih parah : gimana mo ngabuburit orang siangnya udah me rame nyelinap ma temen temen di warung ketupat tahunya pak Darmin, rancak banal oi, masuk diem diem di warung yang pada bulan romandhon di tutupin kain spanduk ntu. makan lahap, pedes pedes, plus dua gelas es teh yang ngeliat gelasnya berembun aja dah ngga kukuuuuuuuuuh mak.lalu kalu hasrat dah terpenuhi keluar mengendap endap kayak abis maling ayam, tengok kanan tengok kiri, bibir atas bawah ya bibir bawah di usap mpe kering sebenar benarnya, hup, aman ! kaki melenggang pulang, jalan di lemes lemesin, biar keliatan puasanya......


ya, itulah kenakalan, mungkin Tuhan tahu dan akan membalas kami suatu ketika.

lah terus mana cerita tentang ngabuburitnya ?
sabar apa, puasa juga ajang penempa kesabaran,
he he, ini flashback aja, ihwal cerita cerita yang mungkin masih tercetak di blueprintku, masa masa aku masih duduk di bangku sekolahan dasar, masih kecil, bahkan 'itu'nya pun blom disunat, tapi bener, di saat masa tumbuh kembang itulah regiliusitasku serasa begitu cakep pisan, ehem maksudna akar keislamanya ntu bener bener polos, sirotul mustaqim.............,coba deh pikir, waktu ntu aku masih usia belum ada sepuluh, tapi puasa dah i lop yu full mpe magrib tanpa cacat, dan yang lebih bikin berdehem. dulu selama bulan ramadhan, ada yang namanya Bandongan, yaitu semacam ritual rutin yang acaranya tadarusan sekalian tafsir qur'an, sekaligus wejangan khas kyai desa. dan acara ntu tu ya di adain, cuma diadain di masjid yang ada di kecamatan, ntu artinya artinya lima kilometer dari dusunku, dan artinya lagi aku, dan temen temenku, mesti berjuang longmarach sepanjang sepuluh kilo PP !
edan, hal yang ngga kepikir sikitpun saat usiaku menginjak kepala dua ini, bisa dibayangin tuh panasnya , sehabis pulang selolah, ba'da dhohor , pake sendal jepit kami jalan bareng bareng menuju mesjid di kecamatan. ntar pulang ba'da ashor kami pulangnya, kadang mesti berlarian karena pas nyampe desa tetangga dah keburu terdengar sirene berbuka. ampe pernah suatu ketika sarungku robek gede banget lantaran cepet-cepetan nyampe rumah.
alamaaaaaaaaaaaaaaaak...........,


dan tahukah kalian, sekarang , atau tepatnya sepuluh tahunan setelah cerita ntu terjadi, huh, betapa susahnya nemuin ,atau sekadar berpapasan dengan orang, anak anak yang berjalan menuju kecamatan.
masjid ntu kini sepiiiiiiiiiiiiii................




ini PR dari tehmetty, garing sih, tapi itulah cerita.

baca : perempuan..........

Katamu,
kau tak suka perempuan yang sering menangis.
Menangis itu cengeng.
Tak semua begitu, jawabku.
Karna air mata adalah pelampiasan marah, kecewa, sedih, bahkan bahagia.
Menangis itu cengeng.
Tak selalu, kataku.

Didekatmu aku tak pernah sempurna.
Aku yang terlalu lemah atau kau yang terlalu angkuh dan penuh ambisi.
Kuletakkan saja asaku pada punggung malam yg menggelap.
Atas kelemahan ini,atas ketaksempurnaan ini.
Hatikupun mulai bertanya;
Buat apa memaksa memilikimu,jika memandang tepat kornea matamu,kumiliki semua,kumiliki segala.
Untuk apa mencoba meraihmu,jika merasakan hembus nafasmu,telah menyembuhkan sgala hasrat cinta.
Untuk apa memikirkanmu tiap waktu,jika melihat sekelebat senyummu,mampu menyihir tempat sampah menjadi taman bunga.

Kuberhalakan dirimu selayak Latta Uzza
kuaminkan segala doamu
kuanggukkan semua tanyamu,
tak peduli aku sedih dibelakang layar yang kau bentang.
Masih tak cukup itu semua bagimu,hingga kau tinggalkan aku diperempatan yang itu.
Kutancapkan seribu bintang pada dinding bambu rumahmu,mungkin kau lihat terang cintaku,
gagal juga.
mungkin matamu buta
mungkin hatimu mati rasa.
Tak apa.
Tak ingin aku seperti Amba
ia tuliskan dendamnya pada daun lontar
biar Bathara membacanya,
ia titiskan tubuhnya pada Srikandi,biar ia tancapkan panah tepat dijantung Bisma.
Bisma yang menolak cinta dan tubuhnya karena sumpah.

Katamu,kau tak suka perempuan yang menangis, tapi aku menangis.
Tak sanggup melihatmu berkhianat pada rasa.


sumber : dari sini

instalasi luka

1
dimana kita,
saat aku merasa jarak ini telah menjadi labirin sunyi.
dan aku kau tak kuasa menahan hempas badai paling sendiri.
kau meminta diri untuk diam,
dan aku setia membujur di depan halamanmu yang jantung itu,
masih dengan hujan yang sama,
masih dengan geletar yang kemarin.
menunggui wajah mawarmu melongok tubuhku yang gigil dari terpal jendela.
entah sampai kapan......

2
hari terpintal
menjadi telikung asmara yang memendat kabut.
maka dari itu,
mungkin,
kau tak pernah lagi melihatku bertarung dengan rasa takut,
dan berkali kali aku jatuh.
disana kau bekerja keras melawan rasa sakit, menetralkan dirimu sendiri dari bisa kehilangan.
aku kian terjerembab pada diding buram pertanyaan.
sedang menjauh atau sedang mendekat.
aku tak tahu, sungguh.

3
tak ada pengharapan.
tak ada pertanyaan,
karena aku ternyata tidak sedang kemana mana.
selain menikmati tiap maut menyeret orang orang yang kau cinta,
tanpa berbuat apa apa.
dan kau entah kini memandangku akankah seperti kemarin,
karena yang aku tahu kelopak matamu cuma menyisa lubang maha gelap setelah kehilangan itu.
mampukah lagi kau mengenali ornamen wajahku ?

4
jarak ini,
waktu ini,
dinding ini,
pintu ini,
tak pernah bisa ku lompati sendiri.
seperti kau.

5
trakk.

Yang dengan tulusnya

dia datang lagi, memintaku untuk untuk memperlihatkan tanganku padanya, mengusap bintik bintik keringat di telapak yang sering lelah.
ia cuma ingin agar aku bisa berbagi !
ia coba memberikan tisu, dan berkata ; aku ada ping !
seperti yang sudah sudah, saat aku terjatuh dan ia senantiasa sigap dengan sebotol obat merah.
saat aku demam dan ia selalu sabar mengompres keningku dengan handuk kecil ditangan.
saat aku terbantai sepi dan ia kerap muncul dengan wajah yang selalu begitu, nakal dan berona riang dalam berujar : kau takkan ku lepas sendiri ,ping !

dan kali ini , wajahnya masih seperti itu saat menawarkan sesuatu.
ingin aku terlonjak dan memeluknya, memarahinya karna persahabatan bukan urusan sejumlah angka,
bukan pemaknaan siapa yang lebih culas dalam meminta , dan siapa lebiih bijak dalam memberi.
dia berdehem tanpa menggurui : ping, kau tahu kenapa Tuhan menciptakan tangan kanan dan tangan kiri bukan ?.
ah, itu lagi, itu lagi............
mata beningnya selalu menyeretku untuk lebih tenggelam, merangkumkan berjuta arti di gelombang laut anologi.
tak pernah tuntas.
( biar saja, karena seperti halnya pagi, siklusnya yang teratur kadang tetap saja menggiring kejenuhan kita untuk penasaran menanti)

untuk seorang sahabat pagi ini : tetehmetty, ya, aku yakin Tuhan mahabaik telah mengirimkan sahabat sepertimu...............................................,

kisah stroberi

ranum yang menawanku dalam pagi sampai pagiku lagi.
senyummu stroberi
riangmu stroberi
pengertian yang tak pernah menimbulkan efek jemu. tidak melulu biru.


cintamu yang penuh serat !


aha , adik,
asam yang buat ketagihan,
hi hi,
merah yang benar benar menampilkan beragam kejutan.
untuk mengulum bibir sendiri sembari berjingkrak jingkrak diatas sofa.
tak ada gemetar yang menelangkupkan rasa was was.ku petik rona, kukais tawa, lihat, pias pipimu menggoda dari balik kaca.
ayaya............

aku berlari,
memeluk udara hampa.
kerinduan stroberi.

gambar dari sini

dari perjalanan

pulang dalam siluet,
mengantar jalan jalan menuju awal, menuntaskan akhir. meragukan ketidakpastian yang kini mulai mendebur pada sepotong keyakinan.
kaki kaki telanjang, tubuh yang merangsang.
akhirnya rumah juga menjadi hakikat.
tempias.
alur.
gulungan peta tua.
hasrat ingatan untuk menyembuhkan diri.
gambar gambar hologram yang saling beradu kerlip.
pulang.

mewarnai raga.