Before closing my eyes

The light was as warm as a wall that i had ever hugged.
Somehow the time had to be closed, a paint of mind suggested to my frightened.

I felt no reason,
I'd never this like before.
Many thing and many way always taught me to did nothing.
Till i've never found several riddiculous anymore.

I was a crying of tired.
Crashed the shadow, and turned the lamp off at the end.

-yip-
sleeping in a snore.

Satu kata : ternyata dua

Awalnya adalah sebuah janji untuk menepati,
kedatangan kedatangan ketuk perasaan yang lantas duduk bersimpuh di ruang tamu.
Jika memang dia , harusnya pintu ini akan berusaha membuka diri.
Urutan kepergian memberi makna pada apa yang telah di dapatkan,
sejauh mana panjang lorong ini mampu menghubungkan ringkasan perjalanan.Katanya satu , tapi nyatanya lahirlah dua. dua yang meniga , ah, kata kata yang ingkar janji !

Hingga di hadapan luka inilah , diri yang mengkristal hanya mampu untuk tunduk sejujur jujurnya, menyerahkan ketiadaberdayaan diri dihakimi,
demam ingatan,
gigil kerinduan.
Ada apa dengan jendela?
Apa yang terjadi pada pintu ?
Tiba tiba menjadi palung mata terdalam yang membuka sekaligus menutup kembali.

Aih, tamasya jiwa.
Tak bisa berdiam sendiri.

Sayoonara ! !

Untuk tumpukan buku yang membuat pelupuk mata di penuhi barisan kutu.

Untuk malam malam insomnia,

untuk dua cangkir kopi yang tak pernah alpa menguapkan aromanya di meja,menggelembungkan pipa adrenalin.


Ayaya. . .
Kasihan, aku kini meninggalkan kalian.

Ucapkan dulu sayonara !

Ketemu lagi di (mungkin) kelas si hebat selanjutnya,

maaf, minggu ini aku ingin sedikit merdeka...

Dekapan nenek

Kemarilah cucuku,
mendekatlah dan bersuaralah di telinga tuliku yang renta karena begitu setia mengikuti usia.

Biar kubenarkan letak pecimu,
biar tegak ,karena pada kening lebarmu itulah aku merindukan kelebat nostalgia bersama eyang kakungmu.
Menikmati udara sore sambil memperkirakan bayangan paku pendek jam matahari,di pelataran balai desa, benda antik yang kata muasalnya buatan kompeni.
siluetnya yang tepat menunjuk diantara kami menandakan sore itu telah pukul tiga,
begitu kata eyang kakungmu,
aku mengangguk meski sebenarnya tak mengerti .Dan tak mau memperdulikanya karena memang aku buta aksara. Dan tahukah kau cucuku , di masa lalu yang seperti itu , eyang kakungmu benar benar membuatku merasa dia lah lekaki paling gagah yang membuatku menerima pinanganya cuma karena ia bisa membaca.
Ya, dan sekarang kau tahu bukan ?
Kenapa sampai sekarang aku masih saja gemar menemanimu bercerita sambil membolak balik halaman halaman aus karena terlalu sering terjamah tangan,kau semangat sekali meyakinkanku bahwa gambar gambar kelinci bertelinga panjang itu mempunyai kekuatan magis hingga bisa bicara. Lagi lagi aku mengangguk , menyeret anggukan empat puluh tujuh tahun silam yang kulakukan pada mendiang eyang kakungmu itu padamu,tapi kali ini aku mencoba peduli , meski sama sama tak mengerti. tentang huruf Be,O,Be,O , jika dirangkai maka cara melafalkanya BOBO , Jika O,dirangkai dengan Ka, lantas di sambung tanpa putus bersama sama Ii , maka bentuk suara yang kau utarakan adalah OKI, lalu PAMAN HUSIN, NIRMALA, ah, aku jadi gemas sendiri.
Ya , ku usap keningmu yang berkeringat satu dua bulir, ada yang sampai menetes. Kau tahu, kening mengkilap seperti ini cuma dimiliki eyang kakungmu dan pak Hatta, wakil presiden pertama republik ini. Ya, mirip pak Hatta, cendekia dari pulau seberang itu. Bukan,bukan pak Karno, kening pak Karno agak sempit dan berwarna cokelat manis.
Punyamu tidak.

Cucu,
sekarang kemarilah ,biar kudekap kau sekali lagi.Aaah, sarungmu melorot,kau malu malu menutupi burung kecilmu yang belum di sunat itu.
Sudah,
sekarang sudah rapi semua, sudah saatnya kau melanjutkan pelajaran mengajimu di surau.
Berangkatlah cucuku,
nenek akan menunggumu nanti di serambinya dengan mengantar penganan dan obor.Berangkatlah untuk tak sekedar membaca tapi benar benar menguasai dunia.
Nanti malam , nenek di ajari lagi ya,cu ?


( memoar untuk nenekda : yang baru pada usia ke 70 tahun baru bisa memahami tulisan.Tapi saya kagum dengan usahanya )

SMS dari dia . Sst. . .jangan bilang ke Emak ya.

"...stp x bermimpi q mnunggu dtangny km. Stp x btmu wjhmu slalu tspu.
Engkau mtahariku brsinar terang ditiap mlmku.Hati yang dlu biru kni trtawa krnamu..."

Huuaaaaaah !
Serasa saya ini kayak anak smp dapat surat kaleng pertama dari cinta tengil nan menggoda...

Huh,
tapi dasar memang grafik di dada yang bermotif daun waru ini sedang dihinggapi sayap cupid , jadi deh kenikmatan kognitif itu semakin membuat saya berdebar , terngiang ngiang lagu Anggun C.Sasmi tadi.
Lagunya enak iih.
Empuk kayak bakpao isi tahi ayam ( daging ayam maksudnya, tolool ! )

hi hi hi, lucu ya,
saya saja juga heran, perasaan ini benar benar subyektif , gue banget kalau si marpuah bilang. Tak mau di batasi norma ,dogma, dkritik rekan kok bisa berubah jadi kayak anak kecilpun tetap kuping ndilalah benar benar budheg total , eustachius tak menerima kritik,saran,anjuran,penjelasan yang sifatnya membimbing harus begini dan mesti begitu, apalagi jika pendapat pendapat dari rekan dirasa cuma media untuk mengurangi debet kegairahan dengan si dia.
Pokoknya ai don ker.
Alamaaaak...

Seperti halnya dengan saya , cenderung menendang pantat jauh jauh asumsi publik dan memilih berkukuh pada keakuan.
ini hidup hidup gue,
ini takdir takdir gue,
ini cara gue kok,
walaaah...

Saya ingin menikmati proses saya menjadi gila.


Musik latar sebagai penutup :
. . .You know that is true , everybodys losing im crazy , for you. .
Its all abaut you. . .

Hiih. . .

Gemes jadinya ,
pelupuk mata di penuhi wajahmu terus.
Guling sana,
guling sini ,
tengkurap,
telentang ,
segala macam gaya dan posisi telah aku coba.
Percuma.
Sia-sia.
Tetap ada dan makin menggila !

Ina ,
aku ingin munafik tapi tak bisa.
Manjamu lagi,
riangmu lagi,
aihh...
Perhatianmu benar benar merobohkan benteng lelakiku.
Ranum feromonmu membuatku tak berdaya,
aku terinfeksi.

Alah emaaaak...
Anakmu step karna rindu abu abu !

Masuk saja

Masuk saja.
Pintu tak terkunci.
Masuk saja ,
memanjat tebing doa agar cepat sampai di anak tangga teratas
serupa haryasena menelusup di pori pori halus dewaruci.

Bertemu tsa,
bersapa wawu ,
lam alif dan jim menyeret kehadiranmu untuk lebih dalam , naik ke ketinggian.

: seperempat malam yang teramat ghaib.

Wajah wajah menunduk terkesiap menangisi mukena.

Koyak.

Ternyata adakalanya luka luka ini menjadi penanda.
Adakalanya lebam lebam ini lebih bijaksana dalam memberi arti.

-Karna kita mudah lupa-

kampung layur jam 00.30.

Dorr ! !

Ya, harusnya memang begini.
Seperti ini.
Bisa rebah bersandar pada lelah yang selama ini aku cari.
Hidup jadi nikmat andai tahu bagaimana cara mengeluarkan bulir keringat , dimana mesti menempatkan tawa,
kapan harus mengernyitkan dahi.
Aku menikmati ini , menikmati kekuatan organ organ tubuhku mencapai klimaks , menemukan secara alami bagaimana ber-e j a k u l a s i. Lantas meremajakan sel sel nya lagi. Aku begitu menghargai tiap apa yang mereka berikan pada tubuhku, atas sumbangsih merekalah aku masih berbangga merasa ada.

Dorr ! !

Untuk ruang dapur yang serba putih.

Dorr ! !

Untuk nako kaca jendela beraroma bawang.

Dorr ! !

Untuk katalog bahan pembuat roti yang selalu kubaca sambil berdiri.

Dorr ! !

Dorr ! !

Dorr ! !


Mampus aku ,
rubuh seketika.

- sepertinya malam ini , sejenak aku akan mati suri -

Kopi hangat kita pagi ini

" ...Ayah dengarlah, betapa sesungguhnya kumencintaimu. . ."


pagi yang gelap ini jadi benar benar hangat. Kita duduk dalam bangku panjang keseimbangan , satu cangkir besar kopi tubruk robusta dan sisa kue moho' tahlilan dari tetangga semalam, membatasi dudukmu dan dudukku yang sengaja tak saling berhadapan,menunggui temperatur aroma kopi agar menguap merangsang bulu hidung bergoyang membersihkan rongga rongganya.Terlalu banyak sedimentasi sepi yang mengerak jauh di lubang lubang itu. Makanya dada kita jadi penuhsesak sedari tadi.

Saat seperti inilah yang sebenarnya begitu lama tak pernah lagi kunikmati bersamamu, ayah. Waktumu dan waktuku begitu brengsek dibatasi rencana rencana.Sampai pernah di suatu titik jenuh , aku merasa yang ada antara kau dan aku malah sekedar kolega kerja , keintiman dua subyek relasi.

Selebihnya : nihil.

Kehangatan kita cuma a,i,u,e,o. . ,
perbincangan timpang yang kehilangan konsonan.

Namun pagi ini lain , kurasakan degup jantungmu begitu antusias menyamakan irama nya dengan milikku.Ada resonansi yang nyaris sama.
Dug,dug,dug. Harmonis.

Ah, lalu sama sama kita mencoba menggilir ,menikmati rahasia keriangan nikotin , sama sama melubangi tabung nafas kita dengan bercak lendir.

Ha ha ha, ayah , jangan tertawa lagi seperti itu, nanti kita dikira sepasang junkies yang telah lama sakaw lantas tiba tiba menjadi kanak melahap linting mariyuana.

Tanganmu yang mengapal meraih kue moho' ,menyumpalkanya di mulutku : nak, pagi ini kau bayiku , demikian ungkapmu , suara terseret yang terdengar berat, serak nyaris tak tertangkap gendang telinga.
Tapi aku mencoba paham, mencoba belajar mengembalikan ingatanku akan pelajaran masa kecil tentang ketulusan.

Ah, yah.
Dunia di luar jendela rumah kita cuma mengajarkanku pelajaran untuk membenci.

Tanganmu menggapai bahuku ,
merengkuh kuat, aku lantas di pelukmu.


Kue moho begitu sukar turun di tenggorokan, karna secara bersamaan perasaan ganjil itu menekan ke atas berlawanan.
Dari abdomen perutku, dari lututku , dari selongsong usus duabelas jariku, dari sumsum tulang belakangku,bahkan dari gurat gurat kecil hormon testoteron di alat kemaluanku.

Aku menggigil.
Aku lelaki.
Ya, aku lelaki.
Tapi entah kenapa, di pagi yang dini ini , tak ada mendung , tak ada hujan.
Pipiku basah.
Matakupun begitu.


: seloraya.
Di dedikasikan untuk ayahanda tercinta.
Makasih yah, buat kado mie goreng spesial dan uang kertas dalam amplop sebanyak duapuluhempatribu.

Hari ini untukmu : usia

Sudahlah membuncah.
Sudahlah sudah.
Batang pagi yang meninggi.

Di depanku aku membelah diri.

: menjadi duapuluhempat gerhana matahari.

Untuk gelap yang paling malam , untuk malam yang memahkotai kelam.

-nisbi-

'selamat menjadi lansia'

Pemahamanku akan waktu

Aku melihatnya sangat jelas,
mengintimidasi.
Warna warna detik yang begitu tajam.
Menghujam.Merajalela di tiap milimeter ruang

Duapuluh tiga , yip.

Akan kau tinggalkan rumah tubuhmu tempat segala kejadian bermuasal.

Ya , di kulit yang selanjutnya baru lagi.
Abu abu lagi.
Membuat bayanganmu silau dan memendek.

Dua puluh empat , yip.

Nomor Kapal yang akan menaungimu untuk mungkin bersama kawan kawan berkumpul duduk dan berdiskusi.
: mempertanyakan ingatan !
Bermimpi tegak mendapati senja di pelabuhan.


( aku pingsan , tepat di tiktok yang menjadi jembatan antara 23 dan 24 )

belum sempat meninggalkan pesan.

Brotojoyo , 210609

Prahara di Glagahwangi

Semua duduk bersidekap , memaparkan wajah tegangnya masing masing. Mendadak yang bersorban biru kotak kotak mengetuk bungkam.
Kanjeng Sunan Bonang, bukankah tidak sebaiknya kita putuskan mufakat dengan segera, sebelum kejadian akan lebih menggenting di padepokan ini ? ?
Yang ditanya berdehem , seolah cukup dengan dehem saja , telah keluar gerumbulan hawa sejuk kebijaksanaan.Rindang.Begitu mengayomi. Oh, tidak mungkin nimas sunan Drajat , sarasehan ini sudah seharusnyalah menghasilkan kesimpulan yang kukuh , tegak seperti syariat. Kita mesti bersabar sejenak menantikan ragil kita kanjengmas kyai Kalijogo , saya berharap kalijogo dapat tiba disini sebelum malam ke tujuh belas di bulan Rajab ini. Angin siang di glagah wangi membawa gersangnya dari pesisir. Wajah serba lonjong itu menoleh , syeh maulana malik ibrahim lah yang dituju ekor matanya .

Ya kangmas sunan benar adanya , kita mengharap bahwa amanah yang kita bawa ini benar benar hakiki . Meski kita tahu , kemarin setelah perbincangan kita dibalairung bersama nimas Raden Patah , bahwasanya keadaan Demak Bintoro mengalami goncangan setelah kemunculan sosok bersorban semacam kita , dan lantang membaiat dirinya sendiri sebagai syech , maka harap di pahami bahwa keberadaanya benar benar membawa kerancuan pada tatanan padepokan ini. Ya, yang saya dengar dia menamai dirinya sendiri Syech Lemah Abang...

Ruangan ini kembali dipenuhsesaki sunyi , cuma rasa was was yang menahan tiap tubuh untuk tetap bersila.


: . . . .next.

( tau tau inspirasi tulisan ini muncul ,pas tadi siang saya diminta jadi wali talamidz ngambilin raportnya si ulul,n ngeliat aksi teman teman ulul yang sempat saya tangkap dengan kamera)

Jika saja. . .

Jika saja otak saya adalah langit. Tentu tak perlu saya mati matian memasukkan jutaan huruf untuk di hafal. Mereka memaksa saya untuk seperti ini , menjadi manusia setengah gila. Sementara orang lain pulas diatas bantal empuk, menjumpai wajah wajah mimpi yang dipuja sejak sore tadi. Uh, alangkah malangnya otak saya , saya paksakan juga ia untuk tak memejamkan mata. Katanya ini demi indeks prestasi, katanya ini demi sebuah bukti.Adakah, adakah kekeliruan jika saya tergila gila me-rodi -kan serabut serabut akal cuma untuk sebuah nilai ?
Orientasi pada hasil tanpa menyadari bahwa untuk menuju itu , prosesnya sedemikian mengerikan seperti ini.
Kenapa saya susah merasa capek?
Sepertinya enak ya bisa capek , bisa berleha leha tanpa terbebani ini dan itu , itu dan anu. Iih , kok saya jadi iri begini.
Jika saja . . .
Otak saya langit.

Silogisme : memang begitu adanya. . .

a.Yang memilih untuk memiliki adalah keputusan.

b.Rasa was was berdampingan dengan keinginan untuk kekal.


Padamu tubuh plinplan silogisme ; aku bertanya...

Ada apa ?
Harusnya bagaimana ?

Katanya , engkau terbiasa berakrab menyatukan kesenjangan klausa...
Disini.
Cukup aku dan engkau yang mengerti.

(Ssst. . .Sial! ! Kepalaku migren)

Be te be te ach. . ( ga nyambung)

Ahh....
Tuhaaan. . . .
Terpaksa aku bilang aku sedang be-te , alias birahi tinggi !
Engga nahan liat nasi urap yang tertata seksi, plus rempeyek ikan teri tanpa bikini.
Kerupuk gendar agak gosong.Mulut dari tadi kepingin ngeces , payah buanget , malah jadi kayak nyidam anak pertama gini deeeh...

(huh , nafsu pujasera , perutku bertepuk pramuka)plok,plok,plok !

Haiku sendu

Furuike ya.
tawasu tobikomu.
Mizu nO oto ,...
( masuo basho nO haiku )


artinya kurang lebih ( kalo kurang ya ditambahin sendiri. . ._^ )

kolam tua.
seekor katak melompat.
percikan air, plung...



Aku lagi ngerasa jadi katak nih, melompat dari batu ke batu ,terpeleset ,kecebur ,tapi bangun lagi, meski berbasah ndangdut.Tapi teteep. . ,
semangat manggut manggut * halaah *

ssst...
Lompat lagi ah !
Yang lebih berenergi yang lebih tinggi.
Ninggalin serangkaian prosesi metamorfosis.


Ayaya. . .
Kanashi ka ,
shizuuka desu ka ,
benkyo shitte kudasai yo ! ! ! !

hari ini untukmu : ibu

".....selama matamu bagiku menengadah,
selama kau darah ngalir dari luka,
antara kita mati datang tidak membelah...."
(chairil anwar, dikutip lewat ingatan)



aku membayangkan ia hari ini sedang uduk di samping bebatu di tepi taman Sriwedari*. menyerahkan rambutnya yang sedikit putih mengelabu dirambati angin yang sesekali renggut mengena muka. usianya hari ini tiga puluh sembilan warsa. raut sabar itu tetap memrpelihatkan dengan tegas keanggunanya, keanggunan yang terjaga masih sama persis seperti dahulu yang pernah tertangkap oleh segenap panca inderaku kali pertama belajar mengingat.

selalu begitu dan ajeg,
tak sedikitpun kulihat ada yang pudar dari tekstur serat lapisan kulitnya,
tak ada sedikitpun penurunan kadar melanin \ yang kerap kusakaisan pada nyaris tiap tiap wajah menakin di deret etalase toko perhiasan dan busana, berubah warnanya menjadi coklat taar atau kuning keruh.

wajah wanita ini begitu tulus, tiap tonjolan dan cekung reliefnya seakan ingin menampilkan beludru lembut yang nyaman dalam menerima rebah bagi segala sesuatu. wajah yang tekesan dipenuhi motif arsiran kebahagiaan, seakan tiap apapun benda akan segera memahami bahkan, bahwa udara yang ia hirup dan ia hempas adalah gelembung gelembung mikro , kecil memang, namun berjumlah milyaran penuh kasih sayang dan kehangatan susana.

ingatanku kembali rentan.
kembali menyusur jalan jalan, alamat alamat, plang arah, yang ia pernah tapaki, yang pernah juga sama sama aku ikuti. ya, jujur.
sebagian usiaku sebagai lelaki memang telah ku percayakan untuk menguntitnya dari belakang,dan kalian tahu, ia selalu tersenyum untuk sifat kanakku yang satu ini, ia begitu paham mengasuh keluguanku yang bayi.ketahuilah, di tiap jengkal tapak yang ia toreh sepanjang perjalanan menuju sampai di taman ini, kaki ranumnya tak pernah alpa menyemai benih feromon sebagai penanda yang di lain waktu akan ku ikuti ketika aku berjalan diantara sumber gelap serta kemungkinan tipudaya rimba.

maka akan kuceritakan lagi smpai sejauh ini, tak pernah ku kahwatirkan lagi tersesatkan akar timang yang sering menjerumuskan bingung pada lorong labirin.atau godaan perilandak dan demit jejadian yang kerap jadi sawan ketika petang datang terlalu pagi. sungguh, tiap geraknya menuju taman ini adalah ruang ruang yang mengayomiku penuh dan sungguh sungguh. menjagaku dari dingi, dari terik, dari hujan,dari leleh lelah yang menggelambir sepaeti tangan druwiksa yang seringkali terbit di mimpi buruk,


ya, sekarang perhatikanlah, aku disini, jarak dua kaki di belakangnya, berdiri dengan getaran yang tak pernah berubah dalam mengagumi.dalam menghormati.

aku cuma bisa seperti ini ibu,
memandangmu penuh haru, menyaksikan senyummu selalu terkembang menjaga sebuah taman. taman yang tiap hari di hiasi delapan bulatan matahari. taman tempatku berdiri merindukanmu tanpa bisa menyentuh.
biarkan aku yang seperti ini melawan kesakitan usiaku.



ibu, selamat hari jadi.
yip kangen.
semoga Tuhan menjagamu dengan segenap kasihNya


Akhirnya, kulanjutkan lagi dongeng ini

Setelah beberapa hitungan detak bandul jam dikamar berayun , dan intonasi nafas menemukan lagi keseimbanganya mulutkupun komat kamit lagi . . .


Adik , ketahuilah bahwa tujuan dari perjalanan si pangeran ini adalah menemukan ramuan mujarab guna memulihkan keberadaan hati retaknya , hati yang selama ini bagian tepi tepinya rompal,miris,selalu disinggahi wajah luka yang abadi. Tapi bisa kita lihat , dia lelaki yang ingin terlihat tangguh , tak ingin pasrah dan menyerahkan tubuhnya pada segaris takdir. Dapat kita lihat bukan , ia gigih memperjuangkan harapan.
Huh, bicara harapan, harapan itu kataku adalah menunggu. Dan menunggu baginya adalah hal yang masih tersisa dan menjadi gairah pemantik untuk tak lekas menyerahkan diri pada lelah.

Dan agaknya sang Pencipta memahami benar niat baiknya , Dia yang welas asih ,sang Hyang wasesa,sang Hyang Tunggal ternyata tak kuasa menyaksikan ciptaanya dikalahkan oleh waktu . Dia hadirkan keajaiban itu.


Tiba tiba kemilau sinar itu menyembul di pagi yang hijau...
Pagi yang menimbulkan keyakinan,setelah tigaribuempatratusduapuluhlima malam tersuruk dalam pencarian.


* ulul melotot , tubuhnya meyudutku ke arahku : yes , bahasa tubuhnya mulai penasaran.

Aku melirik genit,kena kau ! dengan sedikit pura pura aku meringis , nyengir.

Ayo kak. . ,lanjut lagi, pangeran nemuin apa ? Mutiarakah?pusakakah?

Ak tiba tiba berdiri, menyempurnakan tulang belakangku yang sedikit aus karena kelamaan ber sila .

Lho kak, mau kemana ? Iih , ceritanya belon kelar nich. . , bikin tanda tanya ajah kakak nih !

Kaaak . . ,mau kemana ?
Dia mulai menjerit.

Kakak be'ol dulu. . .^_'

* ulul bersungut sungut *

SMS PETANG INI

Lalu mau nyari cinta apa lagi ?

Sementara cinta yang kita dekap di dada hening ini adalah selembar rasa putih bersih yang tak pernah henti mengulum doa.

Lalu mau nyari wajah yang seperti apa lagi ?

Sementara masing masing wajah yang tergambar di dada hening adalah mata teduh yang tak lelah mengingatkan untuk menjaga. . .

: tulisan ini saya salin dari pesan pendek terdiri dari dua bagian.
(jadi ingat sepotong puisi di blog nya Mas Eka Kurniawan ,
" TUHAN BERI AKU PEREMPUAN.
PEREMPUAN BERI AKU TUHAN "

- sudah aku dapatkan -

ULUL : Dongeng kecil yang tak cuma mungil tapi bikin ngantuk. . ,zzz

  Akhirnya aku terprovokasi juga dengan gaya sok kritisnya itu, sambil meraih tangan ulul yang sedari tadi menjadi pohon rindang bagi dagu lancipnya : aku mencoba memasuki daerah rawan kantuk dari wajah bulat telur yang mulai menguap dan bikin enek ini,bersiap mengambil napas memulai bercerita . . . .


Dengerin ini,
kali ini tak lagi diawali dengan sebuah prakata alkisah,atau pada suatu hari .


Simaklah adik ,
pada akhirnya ini kuutarakan juga , bukan liding dongeng.
Ini perihal hati yang sering bersembunyi dibalik tubuh. Kau punya hati juga kan? Ya, hati adalah gula gula arumanis yang tiap tanggal 1 agustus selalu kau tanyakan saat kau ku ajak menyambangi arena pasar malem , di bekas lapangan sepakbola ujung desa.
Nah, sekarang kenapa sekarang sebuah hati ini terkesan pahit rasanya ,apa karena cuaca yang akhir akhir ini susah di prediksi bahkan oleh sekumpulan orang yang katanya jadi cendekia memakai stanplat Badan Meteorologi.
Ya, hati pangeran terluka , karena putri yang dulu pernah berpamit hendak kembali seusai menuju pergi ternyata begitu santainya mengakui dirinya sendiri beringkar janji. Pangeran pedih, pangeran merutuki takdir yang tak pernah sejalan dengan ingin. Lantas ia memutuskan simpul menjadi kembara saja , berguru pada seribu macam kebijaksanaan pandhita.Bersungguh sungguh ia memagari hatinya dengan segala mantra , dengan potongan potongan hapalan jampi. Ia datangi pelosok di tiap kabar burung yang menyukai terbang disiuli angin menuju keterpencilan diri , menemui tiap ahli nujum, tukang tenung ,pembaca palmistri ,dan segala hal yang akan mejadikanya paham , ke arah mana ia mencari rumah tujuan. . . ,


aku mencuri napas sebentar , mencoba mengumpulkan lagi kegemetaranku beberapa saat lalu bertebaran seenaknya menyentuhi bulat bulat partikel udara. . .


Ulul merengek : ayo kak, ayoo. . ,pangeran terus bagaimana , kena kutuk jadi kodok iyaa. . ? Ih cepetan ceritain lagi. . .Ah kak.


Next : sst. . .jangan berisik , besok dilanjut lagi.

ULUL: Dongeng kecil untuk si kecil (Ulul Azmi)

        Kak, malam ini Ulul kepengin di dongengin lagi , tapi jangan tentang peri yang tiap malam keluar dari sebuah tungku api.ceritanya kurang menggigit ah, kali ini cariin cerita yang lebih berwarna dong, yang warna warni nya hampir sama dengan sewadah agar agar kenyal dan mengkilap yang Ulul beli tadi pagi. Warna yang ranum menggelitik hidung plus uang jajan.


lho , habisnya Ulul minta dongeng apa sih?


Ya,pokoknya.Pokoknya cerita.
Asal ceritanya jangan lagi dimulai dengan kata Alkisah, atau pada suatu hari, atau, atau em , sohibul hikayat.Boring tauuu'. . .


Ooo... ,memang kenapa Ulul engga pengin denger dongeng kayak gitu ? Basi ya ?


Iyaaalah kak , masak di madrasah teman teman Ulul selalu mamerin dongeng yang segar kayak sayuran dikeluarin dari kulkas, sementara giliran Ulul bercerita mereka pasti deh �;
-sepatu perinya akhirnya diumpetin di atas tungku kan ? Tata bilang gitu.
-paman petani yang berbadan gendut akhirnya menghadiahi anak angkatnya sebuah cermin ajaib bukan ? si zaki nambahin.
Uhh. . . , mereka telah diluar kepala menjilati alur dongengku kak.
Harusnya kan. . . .


( aku tertawa , tapi kukulum dalam rak hati yang sengaja kupasang gembok , kuncinya aku lupa naruh dimana )

next :. . . .Lanjutin besok aja ah

Kembali pada sebuah hening

Kita duduk berhadapan pada meja persegi, kamu menunduk sementara ekor mataku kosong melompong mencari percakapan , seolah olah waktu diruangan ini benar benar sedang berhenti melakukan ritual membunyikan tiktok.Waktu memperhatikan kita sedari tadi yang tak kunjung mendorong detik pertama meluncur memasuki tabung durasi.

Sudahlah , diam saja.
Tak usah memulai kata.
Toh menundukmu sudah cukup memberi arti .
Pertama , diammu adalah anggukan.
Kedua , menundukmu adalah kebimbangan.
Nah,yang ketiga paling tak kuingini.
Kamu menunduk menyembunyikan airmata dalam hati.

Apa kedekatan kita membuatmu sedih ?
Atau memang keterbiasaan berdiri pada masing masing titik yang jauhnya minta ampun selama ini menimbulkan efek yang mengajari kita untuk menyatukan tubuh kita pada sepi. Kesepian yang terlalu hening.Sampai disuatu ketika dimana hening yang telah sama sama kita simpan itu pecah dalam satu pertemuan, Alam bawah sadar kita tak cukup mampu menerima perubahan yang mendadak, dan pada kejadian luarbiasa ini tubuh enggan berusaha mengadaptasi.

Aku,kamu,dua bangku meja persegi , ruangan ini.
Tak pernah mengerti bahwa ternyata berjauh itu lebih mengasyikkan daripada berhadap.
Ternyata jarak yang cuma beberapa jari antara hidungku dan bibirmu ini begitu menyiksa . Begitu deg degan.Mendebarkan.

ina sayang ; aku benci ini.

Mencari Penanda

Kaupun mengaduh,
lantas memberikan telunjukmu pada sebidang gambaran lelah.

Aduh, terlambat !
Batas murung di hadapanmu terburu menjadi peta besar yang nanti akan kau arungi sendiri.Dalam sepi yang hebat.

: tidakkah matamu melihat perahu kayumu karam sebelum menyambangi tepi ?

Catat saja ,
untuk lupa yang menubuh dan memunggungi kepastian rencana.

Satu persatu kalimat sengaja menghilang.
Mengasingkan diri.
Disini,
persis menempatkan titik dimana surga dan neraka berjumpa.
Di lempengan batu besar bernama dada.
Tempat terakhir ingatanmu menyempatkan diri berkunjung untuk meditasi.

- kakang Subali , kini goa kiskenda telah membias temaramnya, kemana lagi mesti kita perebutkan hadiah begawan : Cupumanik Astagina -

seloraya B21 , kembangkanthil malam ini mengingatkanku pada wajah kera milik Anjani.

Di hatimu

Kau mengerti aku hadir mengisi kalender keseharianmu tanpa pernah alpa,tanpa pernah koma. Bahkan saat kau berbisik lirih sedang kejatuhan siklus bulanan.

Dan aku disini , meski jauh tak pernah berpikir untuk mangkir cuma lantaran kilo jarak antara hatimu dan hatiku menjadi penyekat yang membuat kita kadang sama sama emosi, sama sama menahan diri untuk tak saling mengerti. Ya , sebuah kesadaran yang kita tanam tanpa paksaan. Menjalani proses panjang pemahaman.Kerinduan.Keluh kesah. Aroma indah.

Aku tahu jauh disana matamu membening tapi berusaha kau tahan. Aku ingin terlihat tegar ,ungkapmu.
Aku mendesah bukan lantaran lelah , tapi perasaan bersalah menggelayut tak bisa kutahan dengan kekuatanku sendiri.

Maka aku berusaha menghiburmu ,bukan cuma memberi hiburan untukmu tapi juga menenangkan diriku sendiri , karna sejak perasaan itu menjadi api , aku seringkali terlihat cengeng saat mendengarkan kata kata rindumu.

Dan isakmu yang berat akhirnya berangsur mereda, seperti hujan yang di curahkan gumpalan awan stradus karna kelebihan muatan.
Akhirnya lelah yang menyatu dari dua arah itu menerbitkan senoktah keyakinan. Haqul yaqin tegasku.

Karna ini bukan prosesmu semata, tapi proses ku juga. Proses kita, dimana hilir hilir kepribadian kita coba alirkan dalam satu muara.

Kita tak perlu iri dengan proses yang orang lain jalani lantas menciptakan garis garis komparatif yang tak pernah adil dalam mengasilkan asumsi.
Praduga publik kadang malah memprovokasi kita agar kita mengurungkan niat baik.


Kitapun sepaham, untuk mencintai hati karenaNya saja, bukan karena rasa ingin memiliki yang obsesif.

Cara kita unik , tapi tetap tak meninggalkan jasmani kita sebagai manusia

kalau rindu bilang rindu, kalau sayang bilang sayang , kalau sebel bilang sebel, kadang kalau memuncak kita bilang ini kerinduan,
hm, dan kita sepakat untuk mempertanggungjawabkan kenakalan kita di hadapan Tuhan.
Boleh dong , sesekali membuat Tuhan cemburu. . . .


Bersabar . Mungkin itu anak kunci yang kita cari selama ini.
Ya, sekarang kita jadi sama sama tersenyum lagi, mengenang percintaan kita yang kolosal.

Tenang saja , aku mencintaimu bukan semata wujud fisikmu wanita yang memiliki payudara.
Aku mencintaimu karna kuharap kau mampu menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku. Kelak.
Saat waktu itu datang dan segala hal menjadi halalan toyiban karenanya.
Saat kosakata menjemukan bernama pemisahan menjadi janur melengkung yang tak kuning lagi melainkan pink tergeletak di genting rumahmu.


Adhe,
jangan khawatir,
aku merindukanmu !

Pembicaraan empat mata

Aku kira ini adalah hal yang sangat alami. Ayah , ketakutanmu membuatku semakin yakin, ayahlah yang pantas disebut hebat.
Apa ?
Ayah menginginkanku agar jangan terburu buru dewasa. Jadi dewasa itu tidak enak .Ribet bahasa gaulku.

Satu persatu potongan potongan kecil ingatanku berusaha ku lekatkan lagi, ayah benar, energi terbesar yang mesti keluar adalah saat kita mesti mempertanyakan kebenaran usia.Usia yang seakan akan membawa ketakutan sendiri dalam pemahaman hidup.
Sementara aku tahu , ayah masih merindukan sendawaku di meja makan, atau ketika ayah baru pulang kerja dan aku akan memaksamu untuk menjadi gajah , dan aku naik menjadi penunggangnya. Kita keliling ruang tamu empat sampai lima putaran. Dan baru selesai setelah ayah berujar ,nak, kian hari badanmu kian gendut saja . Makanmu pasti banyak hari ini . . .

Kini yah ,
yang dihadapanmu adalah tubuh ayip yang sama persis dengan 20 tahun yang lalu ,
cuma dengan suara yang makin combreng.
Cuma dengan wajah yang tak lagi berlumur ingus.
Cuma dengan pemikiran yang tak lagi menanyakan pada ayah butuh berapa hari sebiji kacang ijo mentransformasikan diri menjadi kecambah.

Dan ayahandaku ini kaget,
ketika yang ia anggap sikecil ayip ini pengin menikah.


Lho. . . .

( ayah, ayip malu . . . )